Bisnis Pahala di Bulan Ramadhan

DPRa PKS Abadijaya : Mensuasanai akhir Ramadan, berbagai hal yang dapat kita amati. Hal ini disebabkan, beragamnya sikap dan perilaku manusia dalam menghadapi akhir Ramadan. Secara kejiwaan, para mubaliigh telah menstimuli para jamaah atau umat Islam menjadi manusia optimistis mendapatkan kemapunan pada bulan Ramadan. Dengan demikian, kembali kepada fitrah diri atau suci dari noda dan dosa, adalah satu goal yang diarahkan para muballigh dalam setiap ceramah mensuasanai akhir Ramadan.

Hal itu sebenarnya merupakan sesuatu yang wajar, karena memang ada dalilnya. Apalagi bila diamati sunar Rasul, cukup banyak nasihat beliau yang menstimuli orang beriman untuk mendapatkan imbalan atau pahala sebesar-besarnya di bulan Ramadan ini. Karena itu, dalam konteks ilmu eknomi, saya menyebutnya sebagai bisnis pahala. Istilah ini penulis munculkan karena dalam istilah bisnis itu sangat terkait dengan prinsip untung dan rugi. Tidak satupun orang berbisnis mau rugi.

Sekaitan ini Allah menjanjikan imbalan pahala bagi orang yang berpuasa. Berapa jumlah imbalan yang dia terima? Susah dimatematikkan berapa jumlah absolut yang akan  diterima oleh seseorang saat berpuasa plus melakukan kebaikan seperti baca Quran, salat dhuha, tahajud dan berinfak. Hal ini dapat disikmak pada hadis Rasul: “Satu kebajikan, digandakan menjadi 10 dan akan Kutambah lagi. Kejahatan hanya satu saja dan akan Kuhapuskan. Puasa itu untuk dan kepunyaanKu dan Aku sendirilah yang akan membalasnya. Puasa itu penghalang dan perisai dari siksa Allah, bagaikan tameng senjata dari serangan pedang.” Hadis Qudsi, riwayat Baghawi.

Motivasi Ramadan
Apabila disimak secara cermat, hadis Qudsi di atas secara psikologis dapat memotivasi orang beriman untuk meningkatkan melakukan kebajikan yang bernilai pahala di sisi Allah Swt. Karena itu, beruntunglah orang yang mau memanfaatkan peluang untuk meningkatkan ibadah dan kebajikan lainnya di bulan Ramadan. Apalagi dapat merebut peluang, sempat beribadah pada malam Lailatul Qadar, yang nilainya lebih baik dari 1.000 bulan. Berarti kalau dihitung tahunnya secara matematis, seseorang hamba Allah sama dengan beribadah dalam masa lebih kurang 88 tahun. Secara psikologis, jiwa orang beriman semakin termotivasi untuk meningkatkan ibadahnya kepada Allah Swt. Justru itu, tidak salah apabila orang beriman tetap berupaya meningkatkan ibadah, baik kuantitas maupun kualitas. Sebaliknya, orang beriman menurunkan atau menekan seminimal mungkin frekuensi dosa selama Ramadan.

Sebelum membahas lebih lanjut motivasi puasa, mari kita simak pandangan pakar tentang motivasi. Menurut Abraham Sperling (1967:183): “Motive is defined as a tendency to activity, started by a drive and ended by an adjustment. The adjustment is said to satisfy the motive”. (Motif didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif).

William J. Stanton (1981:101) mendefinisikan bahwa “A motive is a stimulated need which a goal-oriented individual seeks to satisfy”. (Suatu motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang dicari oleh individu yang berorientasi pada tujuan untuk mencapai rasa puas). Sedangkan motivasi didefinisikan oleh Fillmkore H. Stanford (1969:173) sebagai berikut: “Motivation as an energizing condition of the organisme that serve to direct that organism toward the goal of a certain class”. (Motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motif merupakan   suatu dorongan kebutuhan dalam diri seseorang yang perlu dipenuhi agar orang tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan seseorang agar mampu mencapai tujuan motifnya. Dengan demikian, motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal) seseorang.

Sesuai dengan pendapat pakar di atas, puasa merupakan motivasi, dan dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal) seseorang untuk melakukan serta meningkatkan kebaikan orang beriman di bulan Ramadan. Tujuannya jelas, sesuai dengan harapan yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya: “…laa’lakum tattaquun.

Apabila orang beriman yang berpuasa, mampu memposisikan dirinya sebagai orang takwa, berarti dia menang dan sukses melaksanakan puasa dengan segenap ritme ibadah lainnya yang dimotivasi oleh banyak hadis Rasulullah Saw. Karena itu, selain ibadah meningkat, Ramadan juga menghalangi orang beriman berbuat dosa. Orang beriman begitu antusias merebut keampunan dari Allah Swt. Apalagi dorongan dan motivasi psikologis cukup banyak yang berkenanaan dengan ibadah puasa. Misalnya pada satu hadis yang selalu disetir para muballigh sbb: “Apabila telah tiba permulaan bulan Ramadan, dibelenggulah semua setan dan jin yang nakal-nakal dan dibuka semua pintu surga, tidak satu pun yang ditutup serta diumumkan: ‘Wahai orang yang suka melakukan kebajikan menghadaplah... Wahai orang yang suka melakukan kejahatan dipersilahkan mundur.’ Allah Swt. menetapkan pembebasan orang dari neraka selama bulan Ramadan yang dilakukan pada tiap-tiap malam selama bulan Ramadan.”

Hadis ini dapat menstimulans orang beriman, agar mampu menahan nafsu setannya di bulan Ramadan. Bila dihubungkan dengan sikap dan perilaku, maka orang beriman itu harus mampu menetralisir  segala perilaku yang menyimpang atau segala apa saja yang bisa mengurangi nilai ibadah puasanya. Di sinilah terlihat betapa idolanya pribadi orang berpuasa. Orang seperti itu pantas menjadi kekasih Allah.

Peluang bisnis pahala di bulan Ramadan

Dalam kaitan motivasi berbuat baik di bulan Ramadan, Rasulullah memberikan satu pengharapan yang sangat dinamis. Hal itu tertuang dalam sabda beliau:  “Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadan, penuh keimanan dan keikhlasan, maka Allah akan ampunkan dosanya.”  Hadis ini banyak dikomentari oleh para ustaz dalam bulan Ramadan. Namun analisisnya adalah, karena besarnya nilai pahala atau ganjaran yang diterima seseorang, sehingga mampu menghapuskan dosa yang telah berlalu, atau dosa 11 bulan sebelumnya.

Secara matematis, puasa  merupakan bulan bisnis pahala. Artinya, Allah menjanjikan satu peluang bisnis pahala melalui ibadah, karena nilai bisnisnya sangat tinggi. Hal itu disebabkan,  setiap kebaikan yang dilakukan di bulan akan dilipatkan gandakan.

Selain itu, Ramadan terbilang paling lama masa tempo pelaksanaannya, bila dibandingkan dengan ibadah lainnya seperti salat, dan ibadah haji. Misalnya ibadah haji bisa diselesaikan dalam beberapa hari sebagai ibadah yang diwajibkan secara berkala sekali seumur hidup, bagi yang mampu.  Salat yang lima waktu sekiranya diperhitungkan 30 menit untuk lima waktu berarti setahun baru jumlahnya jamnya berkisar 1/2 X 365 = 182,5 jam. Sekiranya disempurnakan paling tinggi 200 jam. Ini untuk ukuran satu tahun.

Apabila kita amati perjalanan ibadah puasa secara matematis, maka masa ibadahnya mulai sejak imsak sampai berbuka berkisar 13 1/2 jam setiap hari kalikan sebulan, dibulatkan 30 hari, maka masa seseorang itu beribadah selama Ramadan lebih kurang 415 jam. Perhitungan ini belum termasuk tarawih dan tadarrus setiap malamnya. Dianalisis dari segi matematis, kuantitas waktu ibadah puasa memiliki reputasi waktu terlama dari ibadah lainnya. 

Bila kita teliti lebih dalam, dengan tempo 13 1/2 jam, itu berarti momentum cukup lama untuk beribadah. Dengan demikian, berarti seseorang dalam sehari penuh total dalam kondisi beribadah. Bayangkan, apabila sepanjang yang dilakukan seseorang selama puasa itu tidak menyalahi aturan agama, maka sepanjang itu pula dia dihitung dalam kondisi beribadah.

Misalnya seorang ibu, sebagai ibu rumah tangga banyak yang dilakukan walaupun hanya berdiam di rumah. Mulai dari memasak, belanja ke pasar, menyapu/membersihkan rumah, itu dilakukan dalam saat berpuasa, otomatis yang dikerjakan ibu rumah tangga itu merupakan ibadah di sisi Allah. Karena yang dikerjakannya itu sesuatu yang dinilai baik dalam agama, maka semua yang dilakukannya itu bernilai ibadah di sisi Allah Apalagi memasak untuk persiapan perbukaan keluarga yang berpuasa. Dari segi ini saja, sudah tidak terhitung secara angka berapa ganjaran pahala yang telah disaving (simpan) dalam catatan harian seorang hamba Allah sebagai imbalan dari Allah Swt.

Lebih terinci lagi kita analisis kebaikan amal yang dilakukan ibu rumahtangga. Mulai melangkah dari rumah berbelanja menuju pasar, atau kerja mencari nafkah dengan menyebut asma Allah, setiap langkah itu tentu mendapat nilai ganjaran di sisi Allah. Seterusnya pasir rumah yang disapu, tentu tidak luput dari catatan malaikat yang bertugas mencatat kebaikan manusia. Selanjutnya nilai ibadah tersebut berkaitan dengan  kuantitas dan kualitas yang dilakukan si ibu. Sehingga, secara angka sulit dihitung walaupun memakai kalkulator menghitungnya. Apalagi kalau sempat hitungannya kepada jumlah butir beras yang dimasak atau banyak pasir yang disapu setiap harinya, sungguh luar biasa nilai kebaikan yang diperbuat si ibu. Tidak mungkin dihitung, kendati di Amerika pernah mendeteksi dengan komputer, bahwa perjalanan wanita tidak kurang 11 km setiap harinya, kendati hanya mengitari rumah: muka belakang ke samping dan ke belakang rumah.

Berarti nilai absolut secara kuantitas, kabajikan yang dinilai pahala orang beriman selama puasa ini, sungguh tak tak terhitung. Karena itu secara matematis wajar kalau rasul menyatakan bahwa puasa itu mampu mengimbangi dosa yang pernah dikerjakan 11 bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan banyaknya bonus yang diberikan Allah Swt, sehingga kebajikan yang dilakukan pada bulan Ramadan menjadi surplus, mampu mengimbangi dosa-dosa yang akan dikerjakan selama ini.

Apalagi Allah berjanji akan melipatgandakan ganjaran pada bulan puasa ini. Seperti disebutkan dalam satu hadis Qudsi, riwayat Baghawi:  Satu kebajikan (digandakan menjadi) sepuluh  dan akan Kutambah (lagi), dan kejahataan (hanya) satu saja dan akan Kuhapuskan. Puasa itu untuk dan kepunyaanKu dan Aku sendirilah yang akan membalasnya. Dan puasa itu penghalang dan perisai dari siksa Allah, bagaikan tameng senjata dari serangan pedang.

Berarti nilai yang akan disimpan dalam catatan orang berpuasa, di luar dugaan. Artinya dari semua nilai konpensasi yang dijanjikan Allah itu, nilai nominalnya mendapat pergandaan yang sulit diduga, kendati dinyatakan 10 kali lipat dari biasanya, tapi karena ada kalimat akan kutambah, tidak ada yang menduga berapa sebenarnya nilai angka yang akan di tambah Allah Swt itu.

Apabila dikaitkan dengan dorongan Allah dalam dunia infak, Allah Swt, telah memberikan suatu pemisalan dalam firman-Nya: “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, serupa dengan sebiji benih yang menumbuhkan tujuh tangkai; pada setiap tangkai 100 biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi orang yang dikehendakiNya dan Allah Mahaluas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui.” Al Baqarah 261.

Beradasarkan dalil di atas, nilai setiap infak itu 700 ratus di sisi Allah pergandaannya.  Berarti dalam bulan puasa ini, setiap orang yang berinfak akan mendapat pergandaan 10 X 700 = 7.000. Ini merupakan nilai nominal yang akan bertambah sebagai hasil perkalian sesuai dengan infak yang dikeluarkan seseorang selama Ramadan. Misalnya 7.000 X Rp.3.000, atau 7.000 X 5.000, sesuai dengan kemampuan dan keikhlashan masing-maisng diri. Pantas, orang beriman memiliki simpanan ganjaran pahala di sisi Allah mampu mengimbangi dosa-dosa yang pernah dilakukan sepanjang tidak mengerjakan dosa besar.

Dengan demikian, analisis ini  lebih mendekati pemahaman dan pengejawantahan kalimat pernyataan Allah Swt, shaumulii (puasamu itu untuk-Ku). Kalimat ini dapat dijadikan suatu pernyataan bahwa, nilai konpensasi di sisi Allah terhadap orang berpuasa, punya nilai istimewa. Semisal  harga barang yang sudah tentu nilainya, ibadah puasa bagaikan barang tempahan punya tarif tersendiri.

Begitulah peluang bisnis pahala  ibadah di bulan Ramadan. Ini merupakan dorongan dan sugesti psikologis, sehingga motivasi dan minat orang beriman semakin tinggi untuk meningkatkan ibadahnya selama puasa. Secara matematis pantas orang yang ingin merebut kesempatan selama Ramadan ini mempergunakan segenap peluang yang ada sesuai dengan potensi dirinya. Selain berpuasa, dia juga melaksanakan tarawih, baca Quran/tadarus dan infak, serta meningkatkan ibadah sosial lainnya selama Ramadan. Dengan demikian, dapat disimpulkan puasa yang benar menurut tuntuan sunnah Rasul, menjadikan seseorang kembali suci seperti bayi baru lahir. Hal itu diperoleh seseorang karena nilai bisnis pahala itu benar-benar tinggi, sehingga sangat memungkinkan seseorang menuju surge dengan segenap kebaikan yang dia lakukan selama Ramadan. Semoga pembaca dan kita semua yang berpuasa termasuk dalam kategori ini. Insya Allah.

BAHDIN NUR TANJUNG
pageads
Tag : liqo