Kehadiran televisi didalam kehidupan kita sehari-hari hampir tak pernah absen dari pagi hingga larut malam, saking banyak acara yang disuguhkan hampir perhatian kita tercurah kepada benda tersebut.
Alasan-alasan yang membuat seseorang untuk menghadirkan televisi pada umumnya berpendapat diantaranya :
1. Ingin mendapatkan informasi
2. Ingin melihat hiburan.
3. Kasihan anak kita ingin melihat film ketimbang pergi ke tetangga
4. Biar anak-anak kita tidak main jauh-jauh
Alasan yang manakah membuat kita memutuskan menghadirkan televisi? Ataukah ada selain itu. Alasan alasan menghadirkan televisi sebenarnya kalau kita kaji semuanya hanya bentuk dari keisengan semata.
Kalau benar kita ingin mendapatkan informasi, kenyataan dari tayangan sebagian setasiun televisi menyuguhkan acara-acara yang jauh dari unsur mendidik bahkan lebih banyak iklannya, mungkin lebih tepatnya kita ingin melihat informasi iklan-iklan belanjaan, serta alasan alasan diatas semunya tidak berlandaskan.
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, misalnya, mencatat, rata-rata anak usia Sekolah Dasar menonton televisi antara 30 hingga 35 jam setiap minggu. Artinya pada hari-hari biasa mereka menonton tayangan televisi lebih dari 4 hingga 5 jam sehari. Sementara di hari Minggu bisa 7 sampai 8 jam. Jika rata-rata 4 jam sehari, berarti setahun sekitar 1.400 jam, atau 18.000 jam sampai seorang anak lulus SLTA. Padahal waktu yang dilewatkan anak-anak mulai dari TK sampai SLTA hanya 13.000 jam. Ini berarti anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi daripada untuk kegiatan apa pun, kecuali tidur (Pikiran Rakyat, 29 April 2004.
Sungguh menghawatirkan, ketika tayangan-tayangan televisi yang sudah menjadi bagian hidup kita, dari rakyat biasa hingga pejabat, dari santri hingga ustad, serta dari usia anak-anak hingga orang tua. Maka tak heran diantara semuanya banyak kesamaan dikarenakan yang dilihat dan didengarnya semuanya sama yakni televisi.
Tak terasa kita sudah jauh dibawa kedunia kehidupan peradaban baru oleh televisi, kemaksiatan buka aurat, kriminalitas, gosip, budaya konsumtif, individualisme, bahkan pemborosan waktu.
Televisi mungkin kita bisa anggap sebagai dajjal, karena dajjal itu sendiri dalam arti bahas adalah pembohong.
Kalau masih diantara kita mencintai televisi berarti kita memelihara dajjal serta mencintai, (I Love Dajjal) audzubillah.
aby hilmy
Tag :
Opini