PKS Menuju Pluralis

DPRa PKS Abadijaya Selama ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dianggap 'menakutkan' bagi sebagian kalangan. Tidak dipungkiri, citra PKS yang terkesan kaku dan tidak terbuka ini membuat PKS terkesan eksklusif.

Mungkin lantaran menyadari stigma miring tentang PKS ini bisa merugikan, partai dakwah tersebut kini kian ramah. Sikap ini setidaknya dapat dilihat dalam Munas PKS ke-2 yang berlangsung di Hotel Ritz Carlton.

Bahkan, dalam sambutan saat pembukaan Munas, Ketua Majelis Syuro PKS KH Hilmi Aminuddin terang-terangan mengusung isu pluralisme. "Kenapa Allah mengedepankan pluralitas? Karena pluralitas adalah fitrah," kata Hilmi di Ballroom Pacific Place, Kamis (17/6/2010) malam.

Dengan pluralitas, imbuh Hilmi, semangat kebersamaan sesama komponen bangsa akan semakin kokoh. "Saya ingin pastikan, adanya semangat kebersamaan di PKS. Bukan hanya kebersamaan di kalangan DPR saja, tetapi seluruh Bangsa Indonesia," imbuh Hilmi disambut tepuk tangan 5.000-an hadirin, termasuk Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono.

Dalam sambutannya di acara yang sama, Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq juga mengisyaratkan sikap PKS yang makin terbuka.

"Seragam kami pun kini berubah menjadi warna putih yang lebih dominan. Ini melambangkan setia kawan, termasuk dalam koalisi," kata Lutfi disambut tepuk tangan hadirin.

"Untuk kepentingan nasional, kita tinggalkan dan tanggalkan kepentingan partai," ujar pria berbadan tambun ini.
Meski bukan hal baru, dalam Munas ke-2 ini partai berlambang padi dan kapas ini kembali mengkaji kemungkinan warga nonmuslim bisa menjadi pengurus PKS. Dengan tagline baru 'PKS Untuk Semua', partai yang sebelumnya bernama Partai Keadilan ini mencoba untuk mempersepsikan diri sebagai partai lintas ideologi, agama, maupun golongan.

"Itu ditujukan untuk melakukan rebranding organisasi untuk menggaet pemilih dari beragam latar belakang," kata pengamat politik Charta Politika Arya Fernandes kepada detikcom, Rabu (16/6/2010).

Arya menjelaskan, usaha PKS untuk melakukan rebranding organisasi tidak hanya dilakukan pada tahap persuasi politik pada level emosional pemilih. Tetapi PKS juga melakukan persuasi pada level rasionalitas pemilih.

"Pada tahap inilah, secara perlahan PKS mempengaruhi logika pemilih melalui program dan platform politik yang jelas," tambah Arya.

Sebelum PKS, partai berbasis Islam yang mengusung tema pluralis adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Namun karena didera konflik internal, partai yang sebenarnya mempunyai peluang untuk menjadi besar lantaran mengusung isu pluralisme ini malah terpecah belah. Tapi belakangan, kedua kubu PKB melakukan ishlah.

Demikian juga PAN dan PPP. Kedua partai ini juga sebagian besar massanya adalah massa Islam yang relatif moderat.

Apakah taktik PKS dengan wajah barunya ini bisa sukses? Atau malah sebaliknya, ditinggal massanya sendiri lantaran diangap tidak konsisten dengan, minimal ideologi awal? Kita tunggu saja. Namun yang pasti, keputusan ini secara politik mungkin telah dipikirkan masak-masak.

(anw/her)detik.com
pageads
Tag : Info