Abadijaya News: Kritikan kerasa terhadap pembatalan proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya disebabkan karena sudah ada beberapa pejabat dan pengusaha yang membeli tanah di wilayah tersebut.
Hal itu terlihat pasca Wakil presiden (Wapres) Jusuf Kalla memutuskan untuk menghentikan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya, beberapa waktu lalu, mereka sepakat menolak keputusan tersebut.
"Mereka berasal dari luar Cilamaya dan Karawang. Ada yang dari Bandung, Bogor, atau Jakarta. Seorang di antara mereka adalah perempuan yang juga pengusaha taksi di Jakarta," kata Ketua Kelompok Tani Desa Pasirjaya, Ahmad Atoilah di Jakarta, Rabu (20/5/2015).
Menurutnya, penolakan yang dilakukan sangat beralasan. Sebab, ketika membeli tanah di sekitar Cilamaya, mereka berharap bisa menanamkan investasi yang menguntungkan, sebagai imbas adanya pelabuhan berskala internasional.
Di atas tanah tersebut, lanjutnya, ada yang direncakanan dibangun gudang, mal, restoran, dan bahkan hotel. Namun nyatanya, ketika JK memutuskan penghentian rencana pembangunan pelabuhan Cilamaya, maka harga tanah langsung anjlok.
"Sekarang tanah di sini menjadi tidak ada harganya dan tidak ada yang menawar," katanya.
Ahmad mengatakan, tanah-tanah yang banyak dibeli spekulan dari luar daerah tersebut kebanyakan berlokasi di daerah dekat calon pelabuhan atau daerah-daerah yang direncakan menjadi akses utama ke pantai Cilamaya.
Misalnya, Dusun Kalen Kalong Desa Cikuntul, Desa Sumberjaya, Desa Ciparagejaya Kecamatan Tempuran, sampai Desa PasirJaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Di daerah tersebut, lanjutnya, sekitar 500-700 hektar tanah sudah dikuasai pihak luar.
Ahmad menambahkan, pada tahun 2010, harga tanah di lokasi tersebut masih sekitar Rp50 juta per hektare atau Rp5.000 per meter persegi. Namun seiring rencana pembangunan pelabuhan, harga terus meningkat tajam, bahkan hingga Rp700 juta-800 juta per hektare.
Mengenai jenis tanah yang diburu, bukan hanya tanah tambak namun juga tanah pertanian yang produktif. Tentu saja hal ini sangat ironis, karena padi area dekat pantai dikenal memiliki kualitas tinggi.
"Patok-patok merah itu tanda bahwa tanah tersebut sudah dijual," katanya.
Aksi para pejabat daerah dan pengusaha dalam membeli tanah-tanah di Cilamaya, tidak lepas dari peran jaringan mafia tanah yang begitu kuat di Cilamaya.
Karena sifatnya mafia, lanjut Ahmad, maka terdapat banyak sekat di antara jaringan tersebut, sehingga mereka tidak mengenal satu sama lain anggota mafia di luar sekat mereka.(inilah)
Tag :
Daerah