Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, wacana tentang perlunya kembali memunculkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pernah menjadi bahan diskusi pada pertemuan konsultasi para pimpinan lembaga negara. Ketika itu Presiden Jokowi menyatakan perlunya GBHN. Alasannya, jika pijakan pembangunan nasional, hanya menggunakan RPJP maka akan ada banyak kendala.
RPJP yang berisi visi misi presiden selama kampanye, besar kemungkinannya berbeda dengan visi misi para Gubernur, wali kota dan Bupati. Kalau itu terjadi maka tidak ada kesinambungan antara pembangunan yang diprogramkan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Bahkan bukan tidak mungkin terjadi program yang saling berlawanan antara pembangunan yang dicanangkan presiden dengan pemerintah daerah.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat menjadi salah satu pembicara pada acara Focus Group Discussion (FGD), yang diselenggarakan Fraksi PKS DPR RI.
FGD dengan tema Relevankah GBHN Pasca Reformasi itu berlangsung di Ruang Pleno Fraksi PKS DPR RI, gedung Nusantara I lantai 3 kompek parlemen pada Kamis (3/3). Selain Hidayat Nur Wahid, FGD itu menghadirkan tiga pembicara yakni Mahfud MD, Yudi Latif dan Bambang Priyambodo (staf Bappenas).
Karena itu menjadi sebuah keniscayaan jika presiden pun memandang perlu adanya garis-garis besar bagi haluan negara. Apalagi sudah terbukti ada proyek pembangunan yang terbengkalai setelah terjadi pergantian pemimpin baik ditingkat pusat maupun daerah.
"Kalau itu terus terjadi, maka pada tahun ke 11, masyarakat akan selalu kebingungan mengikuti arah pembangunan yang akan digunakan penguasa yang baru, dan itu akan terus menerus terjadi", kata Hidayat menambahkan.
Saat ini, menurut Hidayat peluang kembalinya GBHN semakin besar. Selain rujukan untuk mengembalikan GBHN sangat jelas, juga karena sudah dibicarakan di lembaga negara dan rapat gabungan MPR. Yaitu rapat antara Pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi dan kelompok DPD MPR.
"Usulan mengembalikan GBHN sudah ada sejak 2004, atau ketika saya jadi ketua MPR. Wacana tersebut mendapat dukungan dari publik dan ormas besar, seperti NU dan Muhammadiyah," kata Hidayat.
Meski tuntutan itu makin besar, namun kata Hidayat pimpinan MPR hanya bisa menunggu sampai ada sepertiga anggota MPR yang mengajukan usulan terhadap perubahan UUD 1945. Kalaupun ada yang bisa dilakukan adalah melakukan kajian plus minusnya mengembalikan GBHN. (jpnn)
RPJP yang berisi visi misi presiden selama kampanye, besar kemungkinannya berbeda dengan visi misi para Gubernur, wali kota dan Bupati. Kalau itu terjadi maka tidak ada kesinambungan antara pembangunan yang diprogramkan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Bahkan bukan tidak mungkin terjadi program yang saling berlawanan antara pembangunan yang dicanangkan presiden dengan pemerintah daerah.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat menjadi salah satu pembicara pada acara Focus Group Discussion (FGD), yang diselenggarakan Fraksi PKS DPR RI.
FGD dengan tema Relevankah GBHN Pasca Reformasi itu berlangsung di Ruang Pleno Fraksi PKS DPR RI, gedung Nusantara I lantai 3 kompek parlemen pada Kamis (3/3). Selain Hidayat Nur Wahid, FGD itu menghadirkan tiga pembicara yakni Mahfud MD, Yudi Latif dan Bambang Priyambodo (staf Bappenas).
Karena itu menjadi sebuah keniscayaan jika presiden pun memandang perlu adanya garis-garis besar bagi haluan negara. Apalagi sudah terbukti ada proyek pembangunan yang terbengkalai setelah terjadi pergantian pemimpin baik ditingkat pusat maupun daerah.
"Kalau itu terus terjadi, maka pada tahun ke 11, masyarakat akan selalu kebingungan mengikuti arah pembangunan yang akan digunakan penguasa yang baru, dan itu akan terus menerus terjadi", kata Hidayat menambahkan.
Saat ini, menurut Hidayat peluang kembalinya GBHN semakin besar. Selain rujukan untuk mengembalikan GBHN sangat jelas, juga karena sudah dibicarakan di lembaga negara dan rapat gabungan MPR. Yaitu rapat antara Pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi dan kelompok DPD MPR.
"Usulan mengembalikan GBHN sudah ada sejak 2004, atau ketika saya jadi ketua MPR. Wacana tersebut mendapat dukungan dari publik dan ormas besar, seperti NU dan Muhammadiyah," kata Hidayat.
Meski tuntutan itu makin besar, namun kata Hidayat pimpinan MPR hanya bisa menunggu sampai ada sepertiga anggota MPR yang mengajukan usulan terhadap perubahan UUD 1945. Kalaupun ada yang bisa dilakukan adalah melakukan kajian plus minusnya mengembalikan GBHN. (jpnn)
Tag :
Parlemen