Sikap PDIP yang belum menentukan calon gubernur DKI dalam pilkada DKI mendatang menimbulkan banyak spekulasi dan perhitungan politik bagi partai-partai lain.
Dikalangan internalpun menguat nama Ahok- Djarot yang akan dideklarasikan dalam waktu dekat.
"Gak ada itu. Percayalah, PDIP pilih cagub yang bisa membuat kader dan akar rumput jadi militan dan mau bangun pagi-pagi ke TPS,"ujar Direktur Eksekutif Pusat Kajian (Pusaka) Trisakti, Fahmi Habsee, Rabu (17/8/2016).
"Dan bukan militansi 'teman-temanan'. Pemilih mayoritas etnis Jawa dan Sunda, rasionalnya cagub harus orang Jawa atau Sunda kalau PDIP ingin menang," tambahnya.
Ia mengatakan mendapat info dari elit salah satu petinggi partai pendukung Ahok.
Terungkap, jika PDIP berani mengusung kader partai sendiri maka akan salah satu partai yang mendukung Ahok ini akan berbalik membelot mendukung cagub PDIP dan meninggalkan Ahok.
"Otomatis Ahok tidak bisa maju cagub, karena tidak cukup kursi, "ujar politisi PDIP ini.
Ketika ditanyakan bagaimana bila PDIP memilih Ahok sebagai cagub untuk dipasangkan Djarot, fungsionaris Badiklat DPP PDIP ini mengatakan itu sebuah "tragedi" ketika PDIP sedang membangun loyalitas.
Pendidikan politik dan sekolah kader yang disiapkan menelurkan pemimpin-pemimpin daerah, kemudian malah mengusung cagub 'sekelas' Ahok.
Tidak masuk akal, menurutnya, jika partai militan dan ideologis PDIP kemudian menempatkan "kehormatan dan posisi tawar politik tinggi" hanya mengusung kader jadi cawagub.
Dan malah mengusung cagub seperti Ahok, yang diketahui rekam jejak terbiasa melakukan "avonturisme" politik dengan berpindah-pindah partai. PDIP juga belajar banyak dari pengalaman pahit Gerindra tahun 2012.
"Kalau memang sudah kepepet dan ketika menengok dibelakang PDIP hanya tembok, ya apa boleh buat Ahok dijadikan cawagub. Bisa Djarot-Ahok, Risma-Ahok, atau siapapun kader PDIP dengan cawagub Ahok,"pungkasnya.(Tribun)
Dikalangan internalpun menguat nama Ahok- Djarot yang akan dideklarasikan dalam waktu dekat.
"Gak ada itu. Percayalah, PDIP pilih cagub yang bisa membuat kader dan akar rumput jadi militan dan mau bangun pagi-pagi ke TPS,"ujar Direktur Eksekutif Pusat Kajian (Pusaka) Trisakti, Fahmi Habsee, Rabu (17/8/2016).
"Dan bukan militansi 'teman-temanan'. Pemilih mayoritas etnis Jawa dan Sunda, rasionalnya cagub harus orang Jawa atau Sunda kalau PDIP ingin menang," tambahnya.
Ia mengatakan mendapat info dari elit salah satu petinggi partai pendukung Ahok.
Terungkap, jika PDIP berani mengusung kader partai sendiri maka akan salah satu partai yang mendukung Ahok ini akan berbalik membelot mendukung cagub PDIP dan meninggalkan Ahok.
"Otomatis Ahok tidak bisa maju cagub, karena tidak cukup kursi, "ujar politisi PDIP ini.
Ketika ditanyakan bagaimana bila PDIP memilih Ahok sebagai cagub untuk dipasangkan Djarot, fungsionaris Badiklat DPP PDIP ini mengatakan itu sebuah "tragedi" ketika PDIP sedang membangun loyalitas.
Pendidikan politik dan sekolah kader yang disiapkan menelurkan pemimpin-pemimpin daerah, kemudian malah mengusung cagub 'sekelas' Ahok.
Tidak masuk akal, menurutnya, jika partai militan dan ideologis PDIP kemudian menempatkan "kehormatan dan posisi tawar politik tinggi" hanya mengusung kader jadi cawagub.
Dan malah mengusung cagub seperti Ahok, yang diketahui rekam jejak terbiasa melakukan "avonturisme" politik dengan berpindah-pindah partai. PDIP juga belajar banyak dari pengalaman pahit Gerindra tahun 2012.
"Kalau memang sudah kepepet dan ketika menengok dibelakang PDIP hanya tembok, ya apa boleh buat Ahok dijadikan cawagub. Bisa Djarot-Ahok, Risma-Ahok, atau siapapun kader PDIP dengan cawagub Ahok,"pungkasnya.(Tribun)
Tag :
Pilgub DKI