Keputusan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sepakat untuk melanjutkan pembangunan reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta menuai kritikan. Salah satunya dari pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf. Ia menganggap tak ada alasan bagi pemerintah untuk mengubah penghentian reklamasi pulau tersebut.
"Kenapa sih harus terburu-buru? Banyak yang belum tuntas di Pulau G, tapi Luhut bilang selesai. Kok dia (Luhut) seperti juru bicara pengembang," kata Asep saat dihubungin CNNIndonesia, Rabu M(14/9).
Pengembang Pulau G adalah PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha Agung Podomoro Land.
Secara hukum, menurut Asep, keputusan melanjutkan reklamasi memang tidak melanggar hukum. Namun berpotensi menciptakan kerugian yang besar, terutama terhadap pengembang, lingkungan, dan masyarakat pesisir Jakarta.
Asep mengatakan, terdapat tiga hal yang belum tuntas di reklamasi Pulau G, yaitu putusan pengadilan yang belum final, rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang belum dipenuhi, dan penolakan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Betul (tidak ada pelanggaran hukum), tapi sangat berisiko. Kalau ternyata pembangunan dilanjutkan tapi putusan final menyatakan tidak bisa direklamasi, maka kerugian semakin besar. Apa Luhut mau terima risikonya?" kata Asep.
Untuk itu, menurut Asep, sebaiknya Luhut bersabar menunggu putusan final pengadilan, menunggu pengembang menuntaskan kewajibannya menjalankan rekomendasi KLHK, dan memantapkan kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Selain itu, kata Asep, seharusnya sebelum mengambil keputusan, Luhut duduk bersama dengan menteri terkait untuk berdiskusi mengambil keputusan terkait Pulau G.
"Heran saya, kenapa Luhut tidak minta semua menteri terkait duduk bersama untuk menanyakan apakah (reklamasi) go atau tidak? Dia punya kewenangan kok. Ini sekarang yang terlihat, setiap pernyataan menteri beda-beda. Jadi kelihatan tidak kompak," katanya.
Pemprov DKI Jakarta dan PT Muara Wisesa mengajukan banding terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Perkara itu sekarang ada di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.
Hakim PTUN menyatakan batal atau tidak sahnya keputusan Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra tertanggal 23 Desember 2014.
Baca juga:Menteri Siti 'Berseberangan' dengan Luhut soal Reklamasi
Menteri Susi Pudjiastuti mengirim surat ke Menko Maritim berisi rekomendasi agar reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta dihentikan. “Pada areal sekitar Pulau G masih terdapat beberapa objek penting seperti PLTU, pipa gas bawah laut, dan pelabuhan perikanan Muara Angke,” tulis Susi.
Lalu, KLHK menjatuhkan sanski administratif ke PT Muara Wisesa dan tidak diizinkan melanjutkan pembangunan pulau.
Menurut Direktur Pengaduan Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administrasi Rosa Vivien Ratnawati, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land itu masih memiliki kewajiban yang harus dipenuhi.
Salah satu kewajibannya yakni memastikan izin sumber dan jumlah material urug seperti batu dan tanah reklamasi. Pemenuhan dokumen lingkungan juga harus menunggu kajian National Capital Integrated Coastal Development (NCID) rampung.
"Kenapa sih harus terburu-buru? Banyak yang belum tuntas di Pulau G, tapi Luhut bilang selesai. Kok dia (Luhut) seperti juru bicara pengembang," kata Asep saat dihubungin CNNIndonesia, Rabu M(14/9).
Pengembang Pulau G adalah PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha Agung Podomoro Land.
Secara hukum, menurut Asep, keputusan melanjutkan reklamasi memang tidak melanggar hukum. Namun berpotensi menciptakan kerugian yang besar, terutama terhadap pengembang, lingkungan, dan masyarakat pesisir Jakarta.
Asep mengatakan, terdapat tiga hal yang belum tuntas di reklamasi Pulau G, yaitu putusan pengadilan yang belum final, rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang belum dipenuhi, dan penolakan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Betul (tidak ada pelanggaran hukum), tapi sangat berisiko. Kalau ternyata pembangunan dilanjutkan tapi putusan final menyatakan tidak bisa direklamasi, maka kerugian semakin besar. Apa Luhut mau terima risikonya?" kata Asep.
Untuk itu, menurut Asep, sebaiknya Luhut bersabar menunggu putusan final pengadilan, menunggu pengembang menuntaskan kewajibannya menjalankan rekomendasi KLHK, dan memantapkan kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Selain itu, kata Asep, seharusnya sebelum mengambil keputusan, Luhut duduk bersama dengan menteri terkait untuk berdiskusi mengambil keputusan terkait Pulau G.
"Heran saya, kenapa Luhut tidak minta semua menteri terkait duduk bersama untuk menanyakan apakah (reklamasi) go atau tidak? Dia punya kewenangan kok. Ini sekarang yang terlihat, setiap pernyataan menteri beda-beda. Jadi kelihatan tidak kompak," katanya.
Pemprov DKI Jakarta dan PT Muara Wisesa mengajukan banding terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Perkara itu sekarang ada di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.
Hakim PTUN menyatakan batal atau tidak sahnya keputusan Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra tertanggal 23 Desember 2014.
Baca juga:Menteri Siti 'Berseberangan' dengan Luhut soal Reklamasi
Menteri Susi Pudjiastuti mengirim surat ke Menko Maritim berisi rekomendasi agar reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta dihentikan. “Pada areal sekitar Pulau G masih terdapat beberapa objek penting seperti PLTU, pipa gas bawah laut, dan pelabuhan perikanan Muara Angke,” tulis Susi.
Lalu, KLHK menjatuhkan sanski administratif ke PT Muara Wisesa dan tidak diizinkan melanjutkan pembangunan pulau.
Menurut Direktur Pengaduan Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administrasi Rosa Vivien Ratnawati, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land itu masih memiliki kewajiban yang harus dipenuhi.
Salah satu kewajibannya yakni memastikan izin sumber dan jumlah material urug seperti batu dan tanah reklamasi. Pemenuhan dokumen lingkungan juga harus menunggu kajian National Capital Integrated Coastal Development (NCID) rampung.
Tag :
Daerah