Komisi III DPR RI menilai ditutupnya dua skandal keuangan besar yaitu korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Bank Century merupakan bukti bahwa negara telah kalah dengan koruptor.
“Saya cukup terkejut kenapa KPK yang mempunyai kewenangan sebesar itu tidak mampu mengusut BLBI dan Century, yang banyak merugikan keuangan negara,” kata anggota Komisi III Nasir Djamil di komplek parlemen, Jakarta, Kamis 15 September 2016.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menutup perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI yang dikeluarkan pemerintah pada 2002. Padahal, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memastikan bahwa negara mengalami kerugian sebesar Rp 138,4 triliun atau 95,878 persen dari total dana BLBI yang dikucurkan pada posisi per tanggal 29 Januari 1999.
Selain itu, KPK juga menutup skandal Bank Century pada dua hal yaitu perkara pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dengan total kerugian negara RP 689 miliar, dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang membuat negara mengalami kerugian Rp 6,762 triliun.
“Jadi, menutup kasus itu sebenarnya menunjukkan bahwa KPK kalah dengan koruptor,” ujar Nasir.
Oleh karena itu, lanjutnya, Komisi III segera memanggil pihak KPK untuk memertanyakan dasar hukum yang digunakan dalam mengambil langkah tersebut. Sehingga dapat dinilai apakah patut dan layak untuk menutup kasus-kasus itu.
“Jangan sampai kemudian KPK itu tumpul untuk hal-hal yang besar tapi tajam yang kecil,” beber Nasir.
Ditambahkannya, sejauh ini, KPK beralasan tidak memiliki dua alat bukti yang cukup untuk penetapan tersangka kasus BLBI. Sedangkan untuk skandal Bank Century, KPK beralasan belum memiliki temuan baru atau novum untuk melanjutkannya, pasca vonis 15 tahun penjara bagi Deputi Gubernur BI Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya.
Jauh sebelum mega skandal korupsi ini dihentikan KPK, politisi Fahri Hamzah yang terkenal vokal dan tak segan head to head dengan KPK pernah mengatakan bahwa jika KPK tak sanggup membongkar mega skandal korupsi, lebih baik mengaku tak sanggup.
“Kalau KPK merasa tidak sanggup, ya bilang saja. Karena KPK bisa katakan bahwa dia tidak sanggup,” tutur Fahri, Rabu 8 Juli 2013(repelita)
“Saya cukup terkejut kenapa KPK yang mempunyai kewenangan sebesar itu tidak mampu mengusut BLBI dan Century, yang banyak merugikan keuangan negara,” kata anggota Komisi III Nasir Djamil di komplek parlemen, Jakarta, Kamis 15 September 2016.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menutup perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI yang dikeluarkan pemerintah pada 2002. Padahal, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memastikan bahwa negara mengalami kerugian sebesar Rp 138,4 triliun atau 95,878 persen dari total dana BLBI yang dikucurkan pada posisi per tanggal 29 Januari 1999.
Selain itu, KPK juga menutup skandal Bank Century pada dua hal yaitu perkara pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dengan total kerugian negara RP 689 miliar, dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang membuat negara mengalami kerugian Rp 6,762 triliun.
“Jadi, menutup kasus itu sebenarnya menunjukkan bahwa KPK kalah dengan koruptor,” ujar Nasir.
Oleh karena itu, lanjutnya, Komisi III segera memanggil pihak KPK untuk memertanyakan dasar hukum yang digunakan dalam mengambil langkah tersebut. Sehingga dapat dinilai apakah patut dan layak untuk menutup kasus-kasus itu.
“Jangan sampai kemudian KPK itu tumpul untuk hal-hal yang besar tapi tajam yang kecil,” beber Nasir.
Ditambahkannya, sejauh ini, KPK beralasan tidak memiliki dua alat bukti yang cukup untuk penetapan tersangka kasus BLBI. Sedangkan untuk skandal Bank Century, KPK beralasan belum memiliki temuan baru atau novum untuk melanjutkannya, pasca vonis 15 tahun penjara bagi Deputi Gubernur BI Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya.
Jauh sebelum mega skandal korupsi ini dihentikan KPK, politisi Fahri Hamzah yang terkenal vokal dan tak segan head to head dengan KPK pernah mengatakan bahwa jika KPK tak sanggup membongkar mega skandal korupsi, lebih baik mengaku tak sanggup.
“Kalau KPK merasa tidak sanggup, ya bilang saja. Karena KPK bisa katakan bahwa dia tidak sanggup,” tutur Fahri, Rabu 8 Juli 2013(repelita)
Tag :
nasional