
Demikian pandangan para ulama Nahdlatul Ulama (NU). Bagi ulama NU itu, pilkada langsung memang ada manfaatnya, namun madaharatnya lebih banyak. Padahal dalam kaidah fikih disebutkan, dar al mafasid muqaddam ala jalbi al mashalah, atau menghindari madharat l
Demikian disampaikan Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, Miftachul Akhyar, terkait RUU Pilkada yang menimbulkan polemik terkait pilkada langsung dan tidak langsung. KH Akhyar pun menyatakan bahwa PBNU telah membahas hal itu dalam Munas Alim Ulama NU di Cirebon pada 15-17 September 2012.
"Jadi, NU sudah lama membahas soal itu. Para ulama NU sepakat untuk kembali kepada pemilihan tidak langsung, karena para ulama harus mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar," kata pengasuh Pesantren Miftachussunnah, Kedungtarukan, Surabaya itu.
Menurut dia, ada tiga kerusakan besar dalam Pilkada langsung. Yaitu perpecahan masyarakat, politik biaya tinggi yang menghalalkan segala cara, dan permainan opini yang tidak mendidik masyarakat awam politik. Soal perpecahan, bahkan itu terjadi antara kyai dan santri, selain antar suku dan antar saudara.
"Kalau pemilihan tidak langsung dianggap merusak DPR/DPRD, saya kira hal itu hanya ada pada zaman Orde Baru, sedangkan pada era demokratis akan sulit terjadi, karena sudah ada KPK, PPATK, LSM, dan lembaga-lembaga pengawas lainnya," katanya.lebih harus diutamakan ketimbang mendatangkan manfaaat(rmol)
.
Tag :
Nasihat