Mulai sore hari 20 Oktober 2014, beberapa jam setelah dilantik, pemimpin akrab disapa Jokowi itu disambangi beberapa tamu negara di Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Liong jadi yang pertama menemui. Keduanya berbincang sekitar 15 menit.
Berturut-turut kemudian, Presiden ke-7 Indonesia itu menemui Perdana Menteri Malaysia Dato Sri Najib Razak, Perdana Menteri Australia Tony Abbott, dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry hingga malam tiba. Tidak banyak pembicaraan bisa dilakukan, kecuali ramah-tamah, lantaran waktu bertatap muka hanya hitungan menit.
Bila menilik data Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri, hari ini, Selasa (21/10), Presiden Jokowi masih menerima lawatan dari tamu penting, mulai dari Thailand, Rusia, Jepang, hingga Sri Lanka.
Tak terselip dalam daftar itu, adalah lawatan Duta Besar Otoritas Palestina Fariz N. Mehdawi. Dia hadir dalam pelantikan di Gedung MPR/DPR, Senayan, kemarin, tapi belum menjadwalkan pertemuan dengan Jokowi.
Mehdawi percaya, tanpa pertemuan empat mata, Indonesia akan terus memperkuat komitmennya dengan Palestina, sebagai sesama negara mayoritas muslim dan menentang penjajahan. Itikad baik itu dianggap bukan pepesan kosong, selama 10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Menurut saya komunikasi Indonesia dan Palestina makin baik dan terus terjalin," kata Mehdawi.
Perwakilan Palestina ini pun turut berbahagia, melihat transisi kekuasaan di Tanah Air berlangsung damai, walaupun sempat cekcok sejenak. Cuma, di sela-sela kebungahan Jokowi, Mehdawi mengingatkan, agar dukungan buat rakyat Palestina tidak berhenti.
Kedua negara adalah mitra, dan diharapkan terus mendukung dalam suka maupun duka. "Kami apresiasi yang sudah dilakukan pemerintahan SBY selama ini. Kami diperhatikan seperti saudara negara muslim. Saat kami butuh dukungan, Indonesia selalu ada dan menguatkan kami. Kami harapkan seperti itu untuk pemerintahan Jokowi," kata Mehdawi.
Dari semua negara di dunia ini, Palestina satu-satunya yang disebut secara spesifik oleh Jokowi menjadi salah satu fokus kerjanya lima tahun mendatang. Itu disebutkan dalam kampanye pemilihan umum di Pontianak, 23 Juni lalu. Tak tanggung-tanggung, janji Jokowi buat Palestina adalah membuka Kedutaan Besar (Kedubes) di negara jajahan Israel itu.
Politikus PDI-P ini pun menegaskan akan memerintahkan utusan Indonesia di PBB gigih melobi negara lain membantu agar Palestina diterima sebagai anggota.
"Sudah tegas kami sampaikan bahwa kita mendukung penuh Palestina dan kedubes itu sudah otomatis," kata Jokowi saat itu.
SBY sempat ingin membuka kantor Konsulat Kehormatan di Ramallah, Tepi Barat. Namun belum sempat terwujud sampai sekarang. Selama ini, urusan Indonesia-Palestina ditangan Kedutaan di Ibu Kota Amman, Yordania atau KBRI Ibu Kota Kairo, Mesir.
Masalah lain menghambat pembukaan kedutaan adalah intervensi Israel. Negeri Zionis itu menguasai nyaris seluruh wilayah darat Palestina. Utusan Indonesia yang hendak mengurus tetek bengek administrasi kedutaan terpaksa berurusan dengan Israel, seperti dijabarkan mantan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.
"Kalau kita mau buka kantor yang sifatnya lebih tinggi, kita harus berurusan dengan Israel, nah apa itu mungkin," kata Marty dua tahun lalu.
Duta Besar Israel untuk Singapura Amira Arnon juga mempertanyakan langkah Indonesia, pada 2012, bila sampai nekat membuka kedutaan. "Tanpa berkonsultasi dengan Israel?" ucapnya terheran-heran.
Waktu yang akan menjawab apakah Jokowi memenuhi janjinya pada saudara-saudara di Palestina.(mdk)
Tag :
palestina