"Sejak awal kasus ini baru mulai memasuki tahap penyidikan, Jaksa Agung Basrief Arief memberi kesimpulan bahwa Jokowi tidak terlibat," kata Ketua Progres 98, Faizal Assegaf dalam keterangannya di Jakarta, Senin (13/10).
Lebih memprihatinkan, menurut dia, klaim berupa kesimpulan Jaksa Agung tersebut diikuti oleh upaya menghambat proses penyidikan yang berlarut-larut dan tidak transparan. Sehingga dalam kurun waktu berbulan-bulan, lanjut Faizal, Jokowi telah diposisikan seolah untouchable alias tidak tersentuh.
"Jokowi tidak boleh dimintai keterangan apa pun oleh penyidik, baik sebagai saksi maupun terduga," kritiknya.
Padahal, ia ingat, Jokowi dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa dirinya bersedia dimintai keterangan. Tapi ironinya, pihak Kejaksaan sama sekali tidak merespon secara serius guna melakukan pemanggilan terhadap Jokowi. Di pihak lain, lanjut Faizal, mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dengan tegas berkali-kali minta keadilan agar Jokowi harus ikut bertanggung jawab.
"Namun, lagi-lagi Jaksa Agung menjawab Jokowi tidak terlibat. Ada apa dengan sikap Jaksa Agung," kata Faizal mempertanyakan.
Menurut dia, indikasi kentalnya intervensi kepentingan politik dari pihak-pihak yang diduga berupaya menghambat penuntasan kasus TransJakarta, telah menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat luas. Faizal lantas mengingatkan temuan selembar transkip dugaan pembicaraan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Jaksa Agung Basrief Arief terkait skandal TransJakarta, yang pernah disebarnya. Selebaran itu disinyalirnya berisi pesan khusus berupa kesepakatan kedua pihak untuk melindungi Jokowi dengan tidak menjadikannya sebagai tersangka.
"Bocoran skandal transkrip tersebut kami sampaikan melalui surat resmi berupa permohonan klarifikasi kepada Jaksa Agung yang lazim dilakukan oleh warga negara yang patuh pada aturan dan hukum. Namun, celakanya upaya klarifikasi dimaksud justru diplintir oleh Jaksa Agung dan pihak-pihak terkait dengan tuduhan melakukan fitnah," bebernya.
Lepas dari kontraversi kasus transkrip, lanjut Faizl, pada tanggal 10 Oktober lalu, Ketua Umum Front Pelopor, Rachmawati Sorkarnoputri dan Progres 98 menyampaikan sebuah petisi kepada DPR RI untuk mendesak pemanggilan atas Jaksa Agung dan KPK guna meminta klarifikasi atas pananganan kasus TransJakarta.
"Lagi-lagi, permohonan klarifikasi melalui kewenangan DPR dimaksud, disikapi secara reaktif oleh Jaksa Agung dengan menegaskan Jokowi tidak terlibat," katanya.
Faizal pun menyebut, dalih yang digunakan Jaksa Agung sebagai asumsi pribadi dengan retorika klasik yakni, tidak ditemukan adanya fakta hukum.
"Bagaimana bisa menyimpulkan Jokowi tidak terlibat sementara yang bersangkutan tidak pernah diperiksa oleh penyidil," kritiknya lagi.
Kata Faizal, pihaknya menangkap kesan Jaksa Agung sangat khawatir dipanggil oleh pimpinan DPR RI, sehingga berupaya menghindar dengan melontarkan berbagai opini yang sesungguhnya melecehkan kehormatan dan eksistensi lembaga penegak hukum.
"Perilaku 'makelar kasus' yang dipertontonkan oleh Jaksa Agung, menurut kami dari Progres 98 merupakan bentuk kejahatan untuk melindungi praktek korupsi. Oleh sebab itu, kami berharap Pimpinan DPR yang telah berjanji akan memanggil Jaksa Agung harus segara direalisasi," pintanya.
"Jangan sampai presiden yang kelak dilantik oleh MPR, di kemudian hari tersandera oleh kasus kejahatan korupsi," imbuh Faizal (rmol)
Tag :
nasional