Didik mengatakan, meski hanya fraksi Demokrat yang sejak awal bersuara mengenai penundaan tersebut, tapi rasionalitas dan keteguhan mereka yang didukung oleh rakyat, bahkan Jokowi.
"Akhirnya Jokowi memilih mengikuti saran SBY (mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) dan fraksi Demokrat DPR untuk menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri, dibanding partai pendukung dan pengusulnya," ujar Didik, Jumat (16/1).
Didik menjelasakan, putusan tersebut tepat untuk menyelamatkan banyak pihak mulai dari kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk Presiden. Maka itu, KPK harus segera melakukan proses hukum terhadap Budi Gunawan agar segera mendapat kepastian hukum.
"Dengan keputusan tersebut, memberi kesempatan dan ruang yang cukup bagi Budi Gunawan untuk fokus melakukan pembelaan atas sangkaan KPK terhadapnya," kata Didik.
Presiden Jokowi menunjuk Budi sebagai calon tunggal Kapolri lewat surat tertanggal 9 Januari lalu. Pada Selasa (13/1), KPK resmi menetapkan Budi sebagai tersangka perkara gratifikasi.
Meski telah menjadi tersangka, Komisi Hukum DPR tetap melanjutkan uji kelayakan dan kepatutan bagi Budi. Tidak hanya itu, sidang paripurna wakil rakyat yang digelar Kamis lalu (15/1), juga menyetujui Budi menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman.
Uji kelayakan yang dilangsungkan Kamis lalu itu sebenarnya dimajukan tanpa alasan yang jelas. Ujian bagi calon tunggal Kapolri itu awalnya direncanakan dilakukan pada Senin mendatang (19/1).
Jumat malam (16/1), Jokowi resmi memberhentikan Sutarman dari jabatan Kapolri, dan menunjuk Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kapolri menggantikan Sutarman.
Dalam pidatonya, Jokowi menekankan keputusan yang diambil hanya penundaan dan bukan pembatalan.
"Berhubung Komisaris Jenderal Budi Gunawan sedang menjalani proses hukum, maka kami pandang perlu untuk menunda pengangkatannya sebagai kepala kepolisian. Jadi menunda, bukan dibatalkan," kata Jokowi.(cnnin)
Tag :
Kabinet