Bahkan, menurut mantan juru bicara era Presiden RI Abdurrahman Wahid tersebut, menaikan harga BBM sudah jadi cita-cita Jokowi sebagaimana pernah diungkapkannya semasa kampanye pilpres 2014.
"Saya tidak tahu siapa yang mendorong Jokowi untuk lekas menaikkan harga BBM. Yang saya tahu, ada selisih uang (subsidi) yang sangat besar dan tak terkontrol bila itu disalurkan langsung dalam bentuk BLT atau BLSM atau yang semacam itu. Bahkan, BPK maupun KPK mustahil mendeteksi penyimpangan di sektor ini," ucap Adhie di Jakarta, Jumat (7/11/2014).
Sehingga, Adhie menilai rencana naiknya BBM merupakan bagian dari "limbah politik" yaitu sebagai instrumen untuk biaya balik modal politik yang sudah dikeluarkan, sebagaimana dilakukan oleh penguasa sebelum mereka.
"Toh selama ini kita (rakyat Indonesia) juga ikhlas-ikhlas saja. Saya hanya keberatan pada cara dan strategi menaikan harga BBM yang akan dilakukan rezim ini," ujarnya.
Adhie menilai, strategi yang diusung pemerintahan Jokowi yakni dengan tidak menjelaskan kapan harga BBM naik memiliki maksud tertentu. Salah satunya agar para penentang rencana penaikan harga BBM akan kehabisan energi karena tidak tahu kapan harga BBM bakal dinaikan. Sehingga ketika harga BBM benar-benar dinaikan, energi perlawanan sudah ludes.
"Mengambangkan hari H penaikan harga BBM juga mengakibatkan tak terkendalinya harga sembako, karena pedoman (harga BBM) yang belum jelas (berapa). Kepanikan rakyat akan harga-harga (sembako) yang melambung tidak karuan ini, secara psikologis akan merontokkan mental perlawanan," ujarnya.
Sehingga, daripada harga melambung tidak karuan, akhirnya rakyat sepakat dalam kepasrahan.
"Sungguh, ini politik menaikan harga BBM yang keji. Ibarat menyiksa korban sedemikian rupa, sehingga si korban yang tak tahan akan penderitaan merintih pasrah," ujarnya.
Hal senada dikatakan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono. Edhie berpendapat tidak ada masalah mendesak sehingga pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Soalnya, harga minyak dunia saat ini sedang mengalami penurunan.
"Tidak ada yang urgent, karena minyak dalam posisi US$84 per barel, bahkan ada yang US$80 per barel," kata pria yang akrab disapa Ibas ini.
Ibas menjelaskan pada masa kepemimpinan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, harga BBM perlu dinaikkan karena harga minyak dunia sedang meroket. "Kalau dulu Demokrat kurangi subsidi karena kondisinya beda, itu lebih dari 100 dolar AS per barel," katanya.
Untuk itu, Ibas mengimbau pemerintah untuk lebih memikirkan dampak lain yang akan muncul di masyarakat jika harga BBM dinaikkan. "Kita akan minta penjelasan dari pemerintah atas dasar apa menarik subsidi. Jangan sampai membuat masyarakat semakin sulit," tuturnya(PR)
Tag :
politik