"Itu bentuk sayang publik, bukan kekecewaan," kata Fahmi, Senin (24/11).
Seperti diketahui hasil survei Lingkaran
Survei Indonesia Denny JA, meyebutkan bahwa kepuasan publik terhadap
Jokowi-JK merosot hingga di bawah 50 persen ketika keduanya belum genap
100 hari menjalankan roda pemerintahan.
Fahmi menyatakan, bentuk kritikan kepada
keputusan Jokowi memang banyak yang jauh dari ekspektasi publik.
Misalnya soal pembentukan kabinet yang menyisakan jejak abu-abu,
komitmen pemberantasan mafia minyak yang tak jelas dan pembubaran
Petral. Kemudian, komitmen penegakan hukum seperti penunjukan politisi
partisan menjadi Jaksa Agung yang tercermin pada hasil survei LSI Denny
JA.
Menurut Fahmi, wajar saja Jokowi
dikritik, seperti soal kenaikan harga BBM. Sebab, kebijakan menaikkan
BBM sejak awal tak diikuiti dengan menyamakan eksepektasi publik soal
pembentukan kabinet yang "clean and clear".
"Jadi saat butuh dukungan publik, pers dan civil society dalam kebijakan yang tak populis, publik sudah skeptis dulu," katanya.
Dia menyatakan kepercayaan diri
berlebihan Jokowi ternyata berbeda dengan ekspektasi publik. Sebab, ia
menjelaskan, patokan publik adalah kabinet Jokowi harus lebih baik
integritasnya maupun komitmen kerakyatannya dari kabinet pemerintahan
Susilo Bambang Yudhyono sebelumnya. "ATM politik sebelum pilpres lumayan
kedebet setelah pengumuman kabinet," katanya.
Namun demikian, Fahmi memahami kondisi
tersebut sebagai bagian yang pernah ditugaskan dalam tim kecil yang
dibentuk di luar tim resmi yang khusus langsung di bawah pemantaun
Jokowi untuk mengantisipasi kecurangan pilpres satu bulan sebelum
pilpres.
Menurutnya, curhatan Jokowi sebelum
berangkat umroh ketika kepercayaan dirinya yang tinggi di awal-awal
pencapresan melihat realita dukungan publik di lapangan ternyata berbeda
dengan realita sistem pemilu yang amburadul dan carut-marut.
"Beliau baru sadar sebelum terlambat dan
saat itu survei Jokowi-JK pada titik kritis selisih 2 persen. Sehari
Pak Jokowi bisa menghubungi tim tiap hari lima hingga tujuh kali untuk
meringankan kegelisahannya," paparnya.
Karenanya, ia mengingatkan, publik harus
memaklumi bahwa Jokowi baru memasuki dunia politik nasional ini
sehingga beliau belum mempunyai refrensi yang banyak orang-orang yang
tepat untuk membantunya. Jadi, tegasnya, publik berhak mengingatkan
agar menteri-menteri yang saat ini harus lebih militan mewujudkan
janji-janji Jokowi-JK
"Mayoritas anggota kabinet yang 'ketiban pulung' saat ini kan mereka tidak merasakan langsung sejarah suasana kebatinan, kegalauan dan 'berdarah-darahnya' Pak Jokowi-JK. Nanti pas tersadar lagi dan kecewa jika menteri "main-main" pasti dievaluasi. Ada gak benar sikat aja," pungkasnya(jpnn)
Tag :
Kabinet