Menurut Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin, upaya pemerintah itu telah terlihat pada dua partai politik yang tengah mengalami konflik internal, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar.
Said menuturkan, kedua partai tersebut dianggap sengaja disusupi oleh kekuatan pemerintahan saat ini. "Apakah ada konspirasi? Bagi saya sebagai pemerhati politik dan hukum jelas sekali terjadi konspirasi, "kata Said di Jakarta, Kamis (11/12/2014).
Said menambahkan, intervensi sengaja dilakukan pemerintahan Jokowi-Kalla lantaran mereka mengalami kekurangan dukungan politik dalam menjalankan roda pemerintahan.
Tak hanya itu, berkaca dari realita tersebut maka pemerintahan Jokowi-Kalla bersama dengan segenap partai pendukungnya dianggap telah menyepakati untuk melakukan konspirasi politik guna menarik PPP ke dalam pemerintahan.
"Ada konsensus dari mereka untuk mengambil dukungan PPP dan mengarahkan kepada pemerintah yang sudah berkuasa," ujarnya.
Hal senada dikatakan Pakar hukum tata negara Margarito Kamis. Margarito menuturkan, salah satu alasan cepatnya rezim kekuasaan Jokowi-JK mengintervensi PPP karena memang jumlah kursi PPP di parlemen yang terbatas.
"PPP itu kursinya sedikit. Sedangkan Golkar banyak, karena itulah PPP mudah diintervensi," ujar Margarito.
Margarito menambahkan, yang dimaksud dengan intervensi pemerintah terhadap PPP adalah terkait pengesahan Muktamar PPP ke VIII, di Surabaya.
Pada hari kedua setelah dilantik menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly segera menandatangani surat Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan.
Hal itu termakrup dalam surat bernomor M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014, negara mengakui seluruh hasil keputusan Muktamar VIII PPP 15-17 Oktober 2014 di Surabaya.
Sedangkan dalam kasus dinamika internal Partai Golkar pemerintah dinilai lambat melakukan pengesahan. Hal tersebut dipicu lantaran Partai Golkar dipandang mempunyai kekuatan politik cukup kuat.
Untuk itu, pemerintah tidak bisa gegabah untuk terlalu cepat mengesahkan dualisme kepengurusan dalam partai beringin tersebut.
"Saya pikir Menkumham berfikir 10 kali. Makanya hingga saat ini mereka belum berani mengesahkan dan masih membuat tim kajian atas hasil Munas Golkar," ucap Margarito(pr)
Tag :
politik