Pengamat : Kalau Ingkar Janji, Pemerintahan Jokowi Akan Segera Menemui Ajal

Abadijaya News: Sebagai pemimpin, Presiden Joko Widodo perawakannya memang kurus. Tapi dia berani dan cepat dalam mengambil keputusan. Salah satu contoh yang bisa dilihat saat pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Jokowi tak butuh waktu lama mengumumkannya, bahkan siap menerima risiko politik yang bisa mengganggu popularitasnya.

Bandingkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Walau berbadan tegap dan bongsor tapi SBY terkesan lembek dalam mengambil keputusan. Konsekuensinya terjadi antrian BBM di mana-mana karena banyak yang  mencari keuntungan lewat selisih harga lama dengan harga baru.

"Lamanya SBY dalam pengambilan keputusan mungkin karena kehati-hatian beliau dalam proses policy. Era Jokowi hampir tak terjadi antrian BBM yang lama dan panjang," ujar pengamat politik dari Universitas Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago kepada Kantor Berita Politik RMOL.

Ia juga memuji keberanian Jokowi yang tidak memasukkan ketua umum parpol dalam jajaran kabinetnya. Berbeda kalau dikomparasi era SBY, hampir semua ketua umum parpol koalisi memperoleh jabatan menteri. Sebut saja Aburizal Bakrie, Muhaimin Iskandar, Suryadarma Ali, Tifatul Sembiring, Hatta Rajasa dan seterusnya.

"Mau tidak mau, suka tidak suka, itu harus kita akui," imbuhnya.

Namun pada saat yang sama, lanjut Pangi menekankan, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian serius bagi Presiden Jokowi. Pertama, Jokowi harus mampu mewujudkan janji politiknya untuk segera mungkin membangun pelabuhan, waduk, irigasi, rel kereta api, tol laut dan lain sebagainya.

"Kalau Presiden Jokowi tak mampu mewujudkan janji-janjinya, hampir dipastikan pemerintahan Jokowi segera menemui ajalnya," ujarnya, memperingatkan.

"Saya kira rakyat tak perlu membutuhkan waktu yang lama menurunkan rezim Jokowi seiring bertambahnya jumlah orang miskin dan penganguran," tambah dosen yang biasa disapa Ipang tersebut.

Sebab, seperti diketahui, rakyat kapanpun bisa mengambil kembali legitimasi yang sudah diberikan kepadanya. Ia menerangkan, dalam politik soal legitimasi sebagai prasyarat berkuasa. Kalau kemudian keuntungan yang diperoleh pemerintah atas kenaikan harga BBM pada kenyataannya tak mampu memakmurkan rakyat sesuai dengan janji, yaitu mengalihkan subsidi BBM ke sektor produktif seperti pembangunan infrastruktur, maka ini warning bagi pemerintahan Jokowi.

"Apabila trust building yang terkikis maka Jokowi akan berurusan langsung dengan kekuatan rakyat ( people power). Tak ada maksud saya menakut-nakuti pemerintah hanya sekedar mengingatkan," imbuhnya.

Ia menambahkan, citra politik yg sudah lama dibangun presiden Jokowi akan sia- sia dan hancur seketika kalau kemudian tak sesuai antara ekspektasi dengan kenyataan (realitas politik) di lapangan. Menurutnya, Jokowi harus terus berupaya mendamaikan antara ekspektasi dengan realita lewat program yang langsung menyentuh dan dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat sehingga cita-cita kemerdekaan di dalam UUD 1945 yaitu  kesejahteraan dan kemakmuran segera benar-benar bisa terwujud


pageads
Tag : Kabinet