AbadijayaNews, Losari Cirebon - Hujan yang terus mengguyur sebagian wilayah Kabupaten Cirebon sepekan terakhir ini, membuat petani bawang merah mengeluh. Mereka yang telah memanen bawang pada awal dan pertengahan bulan itu, kini kesulitan menjemur dan memasarkannya. Lebih dari itu, berat bawang pun kian menyusut saat musim hujan.
Bawang yang telah dipanen terlebih dahulu harus dikeringkan dengan cara dijemur. Sedikitnya tiga sampai empat hari untuk mengeringkan bawang yang sudah dipanen. Namun karena kerap diguyur hujan, waktu yang dibutuhkan untuk menjemur bawang relatif lebih lama. Bahkan bisa lebih dari tujuh hari. Kondisi seperti inilah yang menjadi kendala bagi petani bawang yang dialami hamper setiap musim penghujan.
"Bawang disimpan lama kualitasnya tidak bagus, beratnya juga pasti turun drastis," kata petani bawang, Nur Aizi (39) warga Losari Kabupaten Cirebon, Senin (22/12).
Keterlambatan masa pengeringan, kata Nur, membuat bawang berair. Pada kondisi tersebut bawang mudah terserang penyakit (busuk). Beratnya pun terus menyusut hingga akhirnya bawang membusuk karena tidak terkena sinar matahari.
"Kalau bawangnya sehat, dijemur sampai tujuh hari masih baik, masih bagus. Tapi istilahnya kalau bawang sakit, berair, sampai tujuh hari dijemur enggak kuat. Tonasenya turun, terus biasanya tumbuh anak-anaknya, ini enggak," kata dia.
Menurut Nur, dalam satu hektar biasanya bisa memperoleh 15 ton bawang. Namun kini mendapat 12 ton saja sulit. Kondisi ini terus terjadi setiap masuk musim hujan tanpa ada solusi.Untuk meminimalisir berat bawang yang semakin menyusut Nur hanya membuat parit untuk aliran air.
"Enggak tahu ya harusnya digimanain. Mungkin sudah jamannya atau apa, karena susah ya. Paling bikin jalan air supaya air enggak menggenang, cepet mengalir," kata dia.
Senada dengan Nur, petani bawang merah lainnya, Yani (33) mengatakan penyusutan bobot sama halnya dengan wabah hama. Meski telah diantisipasi namun selalu datang setiap tahun. Musim ini dia mengaku nyaris kehilangan seluruh bawangnya akibat kerap diguyur hujan.
"Ya kalau musim hujan tonasenya turun, kalau engga banyak hama. Kayak tomcat. Sebelumnya banyak bawang habis sama hama," kata dia.
Menurutnya, Kabupaten Cirebon khususnya wilayah Cirebon timur merupakan salah satu penghasil bawang terbesar. Ladang bawang mencapai 2.000 hektar. Bahkan swasembada bawang sempat terjadi pada panen raya Februari silam. Namun begitu menjelang akhir tahun kondisinya menipis.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (Distanbunnakhut) Kabupaten Cirebon, Muhidin mengatakan meski bobot bawang menyusut akibat curah hujan ayng mulai intens namun sampai saat ini kebutuhan bawang di Kabupaten Cirebon masih mencukupi.
"Sejauh ini sudah ada koordinasi dengan sejumlah petani bawang. Termasuk kenaikan harga akibat kelangkaan bawang diyakini tidak akan terjadi. Walaupun bawang pada musim hujan banyak yang busuk akibat lambatnya proses penjemuran," singkat Muhidin. (CirebonNews)
Bawang yang telah dipanen terlebih dahulu harus dikeringkan dengan cara dijemur. Sedikitnya tiga sampai empat hari untuk mengeringkan bawang yang sudah dipanen. Namun karena kerap diguyur hujan, waktu yang dibutuhkan untuk menjemur bawang relatif lebih lama. Bahkan bisa lebih dari tujuh hari. Kondisi seperti inilah yang menjadi kendala bagi petani bawang yang dialami hamper setiap musim penghujan.
"Bawang disimpan lama kualitasnya tidak bagus, beratnya juga pasti turun drastis," kata petani bawang, Nur Aizi (39) warga Losari Kabupaten Cirebon, Senin (22/12).
Keterlambatan masa pengeringan, kata Nur, membuat bawang berair. Pada kondisi tersebut bawang mudah terserang penyakit (busuk). Beratnya pun terus menyusut hingga akhirnya bawang membusuk karena tidak terkena sinar matahari.
"Kalau bawangnya sehat, dijemur sampai tujuh hari masih baik, masih bagus. Tapi istilahnya kalau bawang sakit, berair, sampai tujuh hari dijemur enggak kuat. Tonasenya turun, terus biasanya tumbuh anak-anaknya, ini enggak," kata dia.
Menurut Nur, dalam satu hektar biasanya bisa memperoleh 15 ton bawang. Namun kini mendapat 12 ton saja sulit. Kondisi ini terus terjadi setiap masuk musim hujan tanpa ada solusi.Untuk meminimalisir berat bawang yang semakin menyusut Nur hanya membuat parit untuk aliran air.
"Enggak tahu ya harusnya digimanain. Mungkin sudah jamannya atau apa, karena susah ya. Paling bikin jalan air supaya air enggak menggenang, cepet mengalir," kata dia.
Senada dengan Nur, petani bawang merah lainnya, Yani (33) mengatakan penyusutan bobot sama halnya dengan wabah hama. Meski telah diantisipasi namun selalu datang setiap tahun. Musim ini dia mengaku nyaris kehilangan seluruh bawangnya akibat kerap diguyur hujan.
"Ya kalau musim hujan tonasenya turun, kalau engga banyak hama. Kayak tomcat. Sebelumnya banyak bawang habis sama hama," kata dia.
Menurutnya, Kabupaten Cirebon khususnya wilayah Cirebon timur merupakan salah satu penghasil bawang terbesar. Ladang bawang mencapai 2.000 hektar. Bahkan swasembada bawang sempat terjadi pada panen raya Februari silam. Namun begitu menjelang akhir tahun kondisinya menipis.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (Distanbunnakhut) Kabupaten Cirebon, Muhidin mengatakan meski bobot bawang menyusut akibat curah hujan ayng mulai intens namun sampai saat ini kebutuhan bawang di Kabupaten Cirebon masih mencukupi.
"Sejauh ini sudah ada koordinasi dengan sejumlah petani bawang. Termasuk kenaikan harga akibat kelangkaan bawang diyakini tidak akan terjadi. Walaupun bawang pada musim hujan banyak yang busuk akibat lambatnya proses penjemuran," singkat Muhidin. (CirebonNews)
Tag :
Warta Daerah