Hasil Survey, Keturunan Soekarno Tidak Layak Jadi Ketum PDIP


Abadijaya News: Poltracking Indonesia melakukan survei pakar dan opinion leader untuk menyongsong Kongres PDI Perjuangan. Berdasarkan survei yang dilakukan, tiga nama besar yang merupakan keturunan Soekarno tidak direkomendasikan menjadi ketua umum PDI Perjuangan.

Direktur Eksekutif Poltracking Hanta Yuda mengatakan, ketiga nama tersebut adalah Puan Maharani, Prananda Prabowo dan Megawati Soekarnoputri. Ini merupakan hasil nilai rata-rata yang dihimpun untuk 10 aspek penilaian.

Adapun 10 aspek tersebut adalah integritas dan rekam jejak, kompetensi dan kapabilitas, visi dan gagasan, komunikasi elit, komunikasi publik, akseptabilitas publik, pengalaman dan prestasi memimpin, kemampuan memimpin organisasi partai, kemampuan memimpin koalisi dan kemampuan memimpin dalam pemerintahan dan negara.

"Berdasarkan pendapat pakar/opinion makers pada survei ini, Puan Maharani (25,04%), Prananda Prabowo (17,64%) dan Ketua Umum incumbent Megawati (16,91%) adalah figur elit partai yang paling tidak direkomendasikan memimpin PDI P ke depan," ungkap Hanta di Hotel Sofyan, Jakarta Pusat, Minggu (22/3).

Poltracking Indonesia merangkum, Puan Maharani selalu memiliki nilai paling rendah untuk sepuluh aspke penilaian. Lalu ada Prananda Prabowo yang posisinya di atas kakaknya tersebut. Sedangkan sang ibu, Megawati di atas Prananda

Hanta mengatakan, Megawati hanya memiliki penilaian lumayan dalam aspek kemampuan memimpin organisasi partai. Karena dia telah memimpin PDI Perjuangan selama empat periode.

"Pada aspek kemampuan memimpin organisasi partai, Pramono Anung (7.40) berselisih tipis dengan figur lainnya. Jika menggunakan standar kecukupan (7.0), maka kemunculan Pramono ini diikuti oleh Ganjar Pranowo (7.35), dan Joko Widodo (7.25). Dari temuan ini pula terdapat fakta menarik, yakni figur Megawati hanya mampu meraih skor 6.92 dan berada diperingkat empat," terangnya.

Dalam survei kali ini, Poltracking Indonesia menggunakan metode uji kelayakan figur melalui tiga tingkatan penyaringan. Pertama dengan uji kelayakan kandidat, dilakukan melalui meta-analisis. Kedua, dengan melakukan focus group discussion untuk menganalisis nama-nama kandidat. Dan terakhir, penilaian masing-masing figur terseleksi dilakukan oleh para pakar dan tokoh yang memiliki pengaruh opini di publik.

"Jumlah juri penilai dari riset ini adalah 200 pakar yang tersebar di Indonesia," tutup Hanta.(merdeka)




pageads
Tag : politik