Abadijaya News: Sejumlah wajah lama yang tidak kembali ditunjuk sebagai pengurus di DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) disinyalir bakal membentuk faksi baru di partai berlambang kepala banteng bermoncong putih tersebut.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhroh menilai, selayaknya dalam pengelolaan partai diberlakukan sistem reward and punishment terhadap kadernya agar terkelola secara profesional.
"Faksi di internal partai itu pasti ada dan alamiah, untuk itu partai modern mestinya punya sistem reward dan punishment," ujar Zuhroh kepada Okezone, Minggu (12/4/2015).
Adapun bentuk apresiasi atau hadiah bisa berupa promosi jabatan di internal partai atau tawaran diajukan menjadi kepala daerah serta kementerian jika kader tersebut berprestasi dan berdedikasi. Sementara bagi yang melanggar garis ideologi partai, bisa ditegur hingga diberhentikan.
"Kalau memakai pola itu, pasti partai bakal menjadi rumah demokrasi yang nyaman bagi kadernya, karena juga transparan," terangnya.
Khusus partai-partai di Indonesia, kata Zuhroh, justru masih memakai model patronase. PDIP misalnya, secara jelas memasukkan nama Puan Maharani sebagai Ketua DPP Bidang Politik dan Keamanan. Terlebih nama-nama yang selama ini tekenal vokal malah tidak menjabat dalam kepengurusan.
Sebut saja, di antaranya ada Maruarar Sirait, Effendi Simbolon, TB Hasanuddin, Rieke Dyah Pitaloka, Eva Sundari. Nama mereka tak ada dalam susunan 27 pengurus DPP PDIP yang disusun dalam Kongres IV PDIP di Bali.
"Saya kira seperti PDIP yang masih punya tokoh, pengelolaannya masih memakai patronase ya, sehingga cenderung tidak transparan," pungkasnya.(okezone)
Tag :
politik