Program-program pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan tidak menjawab permasalahan di lapangan. Pemerintah dianggap lebih mementingkan peningkatan hasil pertanian ketimbang memuliakan petani.
Sekjen Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah menyebutkan, program pembangunan pertanian oleh pemerintahan Jokowi-JK tidak memuliakan petani. Akibatnya Indonesia sulit mencapai kedaulatan pangan.
"Pemerintahan hari ini menyatakan dengan jelas akan mewujudkan kedaulatan pangan, salah satu programnya adalah penghentian impor benih, namun sampai hari ini kita masih impor benih," katanya.
Said menuturkan, dalam tataran teknis, janji pemerintah tidak sejalan dengan semangat kedaulatan pangan. Kementerian Pertanian selalu menekankan upaya peningkatan produksi pangan. Sementara laju konversi lahan pertanian, impor benih, hingga penggunaan pestisida tidak terbendung. Untuk meningkatkan produksi pertanian, pemerintah harusnya meningkatkan dulu produktivitas petani dan luas area panen.
Selama ini, ungkap Said, pemerintah gagal mengantisipasi serangan hama dan tidak mampu menjaga kualitas kesuburan lahan. Selain itu, rendahnya harga jual komoditas pertanian menunjukkan proteksi pemerintah di sektor hilir tidak efektif.
"Pemerintah membuat banyak program tapi tidak menjawab kebutuhan petani. Jika ingin membangun sektor pertanian, terlebih dahulu para petani harus dibuat berdaulat dan dimuliakan," katanya.
Said juga mengkritik kebijakan pemerintah yang menyamaratakan masalah pertanian di Indonesia. Padahal Indonesia memiliki beragam agroekosistem, sosial budaya, hingga cara bertani. "Pembangunan pertanian tidak bisa menggunakan pendekatan sentralistik. Apalagi kalau cuma mengejar peningkatan produksi," imbuhnya.
Anggota Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) Indramayu, Masroni juga mengaku kecewa dengan program-program pemerintah di sektor pertanian. "Kami yang petani ini merasa bertani tanpa menteri, berbangsa tanpa negara," keluhnya.
Dia mencontohkan, bantuan traktor yang diberikan Menteri Pertanian ke petani di Indramayu malah menambah masalah baru. Di Indramayu, kata dia, tukang traktor memiliki komunitas dan wilayah garapan traktor yang menjadi sumber penghidupannya. Saat bantuan traktor dari Kementan datang lansung, petani dan tukang traktor malah jadi berantem.
"Musim tanam di Indramayu bukan ditentukan oleh yang punya lahan tapi oleh tukang traktornya. Tidak mau terlibat perselisihan dengan tukang traktor, bantuan Kementan tersebut malah dijual atau diambil spare part-nya," ujarnya.
Contoh lainnya, kata Masroni, bantuan pemerintah berupa Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) juga tidak efektif. Masroni menuturkan, benih bantuan tersebut baru sampai di Indramayu pada 15 Januari kemarin, sementara para petani sudah menyemai benih sejak 2 minggu lalu. "Sudah telat, dan kami di Indramayu sudah mampu melakukan pemuliaan benih sendiri, untuk apa lagi bantuan benih?" katanya.
Dia mengkritik sikap pemerintah yang melihat masalah pertanian dalam perspektif nasional. Misalnya dalam memberikan bantuan benih, benih yang disalurkan ke petani di Indramayu ternyata sama dengan benih yang disalurkan ke petani di NTT. Bukannya memberdayakan potensi lokal, suara dan inisiatif petani di daerah malah tidak diperhatikan pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan, pada 2016 ini pihaknya akan melakukan refocusing anggaran, khususnya berkaca dari program-program pada 2015. "Tahun ini, kami ingin lebih fokus kepada program-program prioritas," katanya.
Amran menerangkan, langkah refocusing ini, bertujuan untuk meningkatkan program atau kegiatan yang bersinggungan langsung dengan komoditas strategis seperti padi, jagung, kedelai, daging sapi dan cabai.
"Ini dalam rangka percepatan swasembada tujuh komoditas yakni padi, jagung, kedelai, daging sapi, gula, cabai dan bawang. Yang belum maksimal, kita maksimalkan," ujarnya,
Alokasi anggaran 2016 untuk Kementan, urai Amran, lebih besar di banding tahun anggaran 2015. Artinya, program untuk mendukung majunya pertanian di Tanah Air juga akan diperbanyak.(rmol)
Sekjen Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah menyebutkan, program pembangunan pertanian oleh pemerintahan Jokowi-JK tidak memuliakan petani. Akibatnya Indonesia sulit mencapai kedaulatan pangan.
"Pemerintahan hari ini menyatakan dengan jelas akan mewujudkan kedaulatan pangan, salah satu programnya adalah penghentian impor benih, namun sampai hari ini kita masih impor benih," katanya.
Said menuturkan, dalam tataran teknis, janji pemerintah tidak sejalan dengan semangat kedaulatan pangan. Kementerian Pertanian selalu menekankan upaya peningkatan produksi pangan. Sementara laju konversi lahan pertanian, impor benih, hingga penggunaan pestisida tidak terbendung. Untuk meningkatkan produksi pertanian, pemerintah harusnya meningkatkan dulu produktivitas petani dan luas area panen.
Selama ini, ungkap Said, pemerintah gagal mengantisipasi serangan hama dan tidak mampu menjaga kualitas kesuburan lahan. Selain itu, rendahnya harga jual komoditas pertanian menunjukkan proteksi pemerintah di sektor hilir tidak efektif.
"Pemerintah membuat banyak program tapi tidak menjawab kebutuhan petani. Jika ingin membangun sektor pertanian, terlebih dahulu para petani harus dibuat berdaulat dan dimuliakan," katanya.
Said juga mengkritik kebijakan pemerintah yang menyamaratakan masalah pertanian di Indonesia. Padahal Indonesia memiliki beragam agroekosistem, sosial budaya, hingga cara bertani. "Pembangunan pertanian tidak bisa menggunakan pendekatan sentralistik. Apalagi kalau cuma mengejar peningkatan produksi," imbuhnya.
Anggota Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) Indramayu, Masroni juga mengaku kecewa dengan program-program pemerintah di sektor pertanian. "Kami yang petani ini merasa bertani tanpa menteri, berbangsa tanpa negara," keluhnya.
Dia mencontohkan, bantuan traktor yang diberikan Menteri Pertanian ke petani di Indramayu malah menambah masalah baru. Di Indramayu, kata dia, tukang traktor memiliki komunitas dan wilayah garapan traktor yang menjadi sumber penghidupannya. Saat bantuan traktor dari Kementan datang lansung, petani dan tukang traktor malah jadi berantem.
"Musim tanam di Indramayu bukan ditentukan oleh yang punya lahan tapi oleh tukang traktornya. Tidak mau terlibat perselisihan dengan tukang traktor, bantuan Kementan tersebut malah dijual atau diambil spare part-nya," ujarnya.
Contoh lainnya, kata Masroni, bantuan pemerintah berupa Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) juga tidak efektif. Masroni menuturkan, benih bantuan tersebut baru sampai di Indramayu pada 15 Januari kemarin, sementara para petani sudah menyemai benih sejak 2 minggu lalu. "Sudah telat, dan kami di Indramayu sudah mampu melakukan pemuliaan benih sendiri, untuk apa lagi bantuan benih?" katanya.
Dia mengkritik sikap pemerintah yang melihat masalah pertanian dalam perspektif nasional. Misalnya dalam memberikan bantuan benih, benih yang disalurkan ke petani di Indramayu ternyata sama dengan benih yang disalurkan ke petani di NTT. Bukannya memberdayakan potensi lokal, suara dan inisiatif petani di daerah malah tidak diperhatikan pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan, pada 2016 ini pihaknya akan melakukan refocusing anggaran, khususnya berkaca dari program-program pada 2015. "Tahun ini, kami ingin lebih fokus kepada program-program prioritas," katanya.
Amran menerangkan, langkah refocusing ini, bertujuan untuk meningkatkan program atau kegiatan yang bersinggungan langsung dengan komoditas strategis seperti padi, jagung, kedelai, daging sapi dan cabai.
"Ini dalam rangka percepatan swasembada tujuh komoditas yakni padi, jagung, kedelai, daging sapi, gula, cabai dan bawang. Yang belum maksimal, kita maksimalkan," ujarnya,
Alokasi anggaran 2016 untuk Kementan, urai Amran, lebih besar di banding tahun anggaran 2015. Artinya, program untuk mendukung majunya pertanian di Tanah Air juga akan diperbanyak.(rmol)
Tag :
Kabinet