Pagi menjelang siang telepon seluler berbunyi, saya
langsung usap tanda terima telepon. Diseberang telepon menanyakan apakah
jadi besuk ustadz yang sudah lama sakit? Saya jawab ok, minta dijemput
dirumah supaya bisa boncengan motor. Permintaan untuk besuk memang sudah
dua hari sebelumnya, tetapi saya ragu apakah besuk rombongan seperti
itu tidak mengganggu yang bersangkutan.
Mendekati tengah hari, telpon berdering lagi, rupanya teman
sudah berada didepan rumah. Saya langsung cepat-cepat mengambil barang
seperlunya kemudian berangkat.
Sekitar sepuluh menit berkendara, tiba masuk gang sempit
yang hanya bisa dilalui satu motor, kalau berpapasan salah satunya harus
berhenti, bila dipaksakan berpapasan bisa jadi salah satu motor
terguling ke tebing yang cukup dalam.
Rumahnya sederhana, tidak begitu luas juga tidak begitu
sempit, asri dengan beberapa tanaman hias, kami perlu menuruni anak
tangga karena posisi rumah berada di tanah yang rendah dibanding jalan
masuk tadi.
Rupanya rombongan teman-teman saya sudah lebih dulu berada
di sana, ada tiga orang yang sudah menunggu. Setelah salam dan masuk
ruangan, saya bertanya kepada teman-teman apakah beliau ada? Eh ternyata
ustadz yang kami kunjungi muncul dari tirai kamar tengah.
Subhanallah, Ustadz Edy Wibowo, saya begitu kaget dengan
kondisi fisik beliau namun tetap tersenyum menemui kami di ruang tamu,
bahkan saya minta beliau untuk duduk di sofa sementara kami di tikar,
beliau bersikeras ikut duduk dibawah saja ditikar.
Obrolan kami langsung beliau mulai dari rasa sakit yang
diderita, tanpa ekspresi sedih atau menyesal. Bahkan beliau malah
bercanda tentang doa yang sering kami lantunkan "allahumma hawwin alaina
fi sakarotil mau" dipermudah ketika sakarotul maut tiba. Kami jadi
ngeri mendengarnya, beliau malah berujar "makanya kalau do'a yang bener,
giliran dikabulkan sama Allah malah takut, gimana sih".
Kami jadi kecut
sendiri, "kan kita tidak minta umur yang panjang banget, bahkan minta
mati syahid kan" imbuhnya. Kami tergelak bersama sambil membatin "nggak
habis pikir, ustadz nih".
Adzan dhuhur berkumandang, beliau langsung mempersilahkan
kami shalat ke masjid. Saya pikir hanya kami yang berangkat, ternyata
beliau juga berangkat ke masjid.
Saya bilang ustadz, shalat dirumah
saja, kondisinya kan begitu. Beliau dengan tegas menyampaikan, kalau
shalat harus di Masjid, beliau beralasan yang sakit hanya di perut tapi
kaki masih bisa jalan. Ya Allah, ada orang begini yah pikir saya heran.
Saya saja yang sehat suka malas ke masjid, ini sakit saja tetap semangat
ke masjid. Malu abis kalau bahasa gaul anak muda sekarang. Saya
tertegun, mau membantu memapah beliau tetapi malah disuruh cepat pergi
ke masjid.
Lepas shalat dhuhur kami kembali kerumah beliau, obrolan
berikutnya soal makan siang, kami berombongan dilarang pulang beliau
minta kami makan bersama dengan nasi padang, langsung beliau menyodorkan
uangnya, saya malu sekali. Sudah berkunjung, merepotkan, dijamu makan
siang pula.
Dengan bersemangat, beliau berujar tentang ungkapan kalau
sakit ingat sehat, sementara kalau sehat ingat sakit. Diteruskan dengan
membincangkan dakwah di tempat kami, berapa kader dakwah yang bertambah.
Apa saja kegiatan yang bisa menghidupkan dakwah.
Semua itu disampaikan
dengan intonasi yang jelas, bersemangat dan berisi. Saya jadi berpikir,
apakah beliau ingat penyakitnya? Malah justru ngobrol perkembangan
dakwah dan politik dakwah alias ngompol~ngomong politik.
Hampir setangah jam menunggu makanan, obrolan kami semakin
hangat dan menarik. Beliau tidak kelihatan lelah apalagi lesu,
berbicaranya runut seperti kebiasaan beliau ketika mengungkapkan
argumentasi, nalarnya tetap tajam.
Sampai saat saya menulis catatan ini, tetap saja heran, ada
orang yang demikian lekat membicarakan dakwah walaupun dalam kondisi
sakit yang cukup berat. Saya seperti berhadapan dengan kitab-kitab
tarbiyah yang hidup, bukan literasi yang dilafalkan, iya fikroh yang
hidup. Saya menyebutnya, legenda dakwah, semoga tidak melebihkan beliau.
Lebih dari satu jam membersamai kami ngobrol, makan siang,
saya mendapati beliau berdaya ingatnya luar biasa, semangatnya
menyala-nyala, antusias ketika diajak bicara. Beliau menyampaikan sangat
berkesan dengan kunjungan kami, sambil berseloroh beliau berujar kalau
tidak sakit kami tidak berkunjung ke rumah beliau, kami balas dengan
candaan mesra, wah kalau datang ke syaikh yang sehat biasanya ada
maunya. Dan kamipun terkekeh bersama.
Terima kasih ustadz, kami banyak belajar tentang semangat
dakwah, penyakit dan kematian, kami seperti mendapat tasqif satu
semester yang padat dan berisi. Cepat sehat ya ustadz, tetaplah
semangat. (eka wardana)