Kisah Pemimpin Yang Tamak Akan Di Kudeta Rakyatnya Sendiri

Banyak kisah dari perjalanan para Khilafah di masa kejayaan Islam dahulu yang bisa diambil hikmah karena bijaksana, cerdas, alim, adil, dermawan, berprestasi, menegakkan syariat Islam atau karena melakukan pemberontakan, invansi, suka pertumpahan darah, berbuat semaunya dan aniaya terhadap orang lain. Beberapa dari mereka bahkan menemui ajalnya karena saling bunuh diantara keluarganya, hanya untuk mengecap jabatan yang tertinggi. Dan itu membuat akhir yang tragis.



Adalah seorang yang berwajah tampan. Karena rupawan wajahnyalah sampai seorang guru al Mu’taz dalam bidang hadist mengatakan,” Saya tidak pernah melihat seorang khalifah yang lebih tampan darinya.” Ya, dia adalah al-Mu’taz Billah, bertengger sebagai khalifah setelah al-Musta’in Billah ,mundur dari kursi khalifah pada 252 H, saat masih beruia 19 tahun, sangat muda.

Ia seorang yang gemar akan kemewahan, pemimpin pertama yang menghiasi kendaraan-kendaraannya dengan emas, saat khalifah sebelumnya hanya menghiasi kendaraan mereka dengan perak yang sangat tipis.

Karena ketamakannya, ia pernah menguasai harta Asynas, seorang pejabat Sulthanah, saat meninggal dunia dan meninggalkan uang lima ratus ribu dinar. Mencopot saudara-saudaranya lalu dibuang ke Wasith, seperti al-Mu’taz abu Ahmad, Muhammad bin Abdullah ath-Thahir.

Bila berbeda pendapat dengan bawahannya yang bisa membahayakan kedudukannya, maka dengan serta merta ia langsung melakukan tindakan seperti itu. Tak pemerintahannya tak sepi dari berbagai masalah, bahkan Bugha asy-Syarabi mengadakan pemberontakan, namun akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukannya.
Tingkah khalifah yang tak bijak ini tak berhenti disitu saja.

Pencopotan demi pencopotan dilakukan meski yang menduduki suatu jabatan itu saudaranya sendiri. Ia punya kelemahan yang cukup signifikan. Ia sangat lemah dengan orang-orang Turki. Saat diperas untuk kepindahan Salih bin Washif, orang yang sangat ditakutinya, yangmemerlukan banyak dana, maka tak segan menabrak sana-sini untuk mencari dana yang dibutuhkan, karena uang Negara telah habis untuk keperluannya sendiri. Saat meminta ibunya untuk keperluan ini, ibunya langsung menolak karena uang Baitul Maal saat itu telah habis terkuras.

Karena permintaannya tak dikabulkan, orang-orang Turki berupaya membalas dendam. Mereka berkonspirasi untuk mencopot jabatan khalifah dari kekuasaannya. Hal ini disetujui oleh pimpinan mereka. Strategi diatur untuk mengadakan pemberontakan.

Akhirnya dengan mudah al-Mu’taz ditangkap, karena tidak pernah mengurusi lagi pemerintahan dengan benar, juga membenahi kekuatan tentaranya. Mereka pun memperlakukan khalifah itu dengan tak layak, bagai sebuah pembalasan Allah atas segala kesalahannya.

Al-Mu’taz dipaksa mengundurkan diri. Mereka berkata, “Nyatakan olehmu bahwa engkau mengundurkan diri.” Dan akhirnya ia terpaksa menyerahkan jabatannya pada Muhammad Nial-Watsiq dari Baghdad.

Ternyata tak berhenti sampai disitu, para pemberontak mulai menyiksa mantan khalifah yang tampan itu dengan cara memasukkan ke kamar mandi, memaksanya untuk mandi dengan sangat lama. Ketika ia merasa haus, mereka tak memberinya minum, sampai akhirnya mati dengan mengenaskan karena kehausan.

Bagai sebuah sindiran Allah, bak  ayam yang mati ditengah gudang beras. Orang yang senantiasa menghiasi hatinya yang tamak dengan berjuta keburukan, lambat laun pasti akan menuai hasil perbuatannya. Mati ditengah banyak air, terjegal dari singasana saat mereguk kekuasaan.

Referensi:

1. Candra Nila MD, 2012, Masuk Surga Walau Belum Pernah Shalat, kalil imprint GPU, Jakarta.
(ummi)


pageads