Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencurigai kejanggalan di balik pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta.
Kecurigaan itu bermula dari adanya transaksi yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, menjelang malam pergantian tahun baru 2015.
Adapun transaksi senilai Rp755 miliar tersebut dilakukan pada 31 Desember 2014 pada pukul 19.00 WIB.
Transaksi itu dianggap tak lazim karena dilakukan lewat dari jam kerja yang semestinya.
"Uang persediaan itu yang biasanya disiapkan bendahara antara Rp20 sampai Rp40 juta tunai, ini Rp755 miliar dilakukan transfer dari bendahara pada pihak ketiga," kata Kepala BPK, Harry Azhar Azis di Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Harry menambahkan berdasarkan transaksi yang tercatat dalam laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta, auditor BPK melakukan penelusuran lebih lanjut.
"Auditor kami kan, punya sense berdasarkan risiko audit, kami ingin memastikan. Kok, di ujung tahun, sebentar lagi tahun baru ada uang tiba-tiba dari kas DKI pindah ke pihak ketiga," jelasnya.
Penelusuran tersebut pun akhirnya menemukan adanya indikasi tak wajar dari pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
"Auditor kami bekerja profesional. Akhirnya kami menemukan dari sisi perencanaan, penentuan harga, negosiasi, lokasi dan sebagainya menunjukkan ada sesuatu yang tidak benar," lanjut Harry.
Lebih jauh, kecurigaan bertambah karena BPK tidak pernah menemukan adanya transaksi uang dengan nominal besar dengan proses seperti ini sebelumnya.
"Tidak pernah. Kemudian setelah dibayar tunai, pemakaiannya baru bisa dilakukan dua tahun kemudian," ucapnya.
Untuk itu, ia mengharapkan agar perkara ini menjadi perhatian bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diusut secara mendalam.
"Sehingga indikasi kerugian negara ini bisa dibuktikan benar tidaknya di pengadilan," katanya.(inilah)
Kecurigaan itu bermula dari adanya transaksi yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, menjelang malam pergantian tahun baru 2015.
Adapun transaksi senilai Rp755 miliar tersebut dilakukan pada 31 Desember 2014 pada pukul 19.00 WIB.
Transaksi itu dianggap tak lazim karena dilakukan lewat dari jam kerja yang semestinya.
"Uang persediaan itu yang biasanya disiapkan bendahara antara Rp20 sampai Rp40 juta tunai, ini Rp755 miliar dilakukan transfer dari bendahara pada pihak ketiga," kata Kepala BPK, Harry Azhar Azis di Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Harry menambahkan berdasarkan transaksi yang tercatat dalam laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta, auditor BPK melakukan penelusuran lebih lanjut.
"Auditor kami kan, punya sense berdasarkan risiko audit, kami ingin memastikan. Kok, di ujung tahun, sebentar lagi tahun baru ada uang tiba-tiba dari kas DKI pindah ke pihak ketiga," jelasnya.
Penelusuran tersebut pun akhirnya menemukan adanya indikasi tak wajar dari pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
"Auditor kami bekerja profesional. Akhirnya kami menemukan dari sisi perencanaan, penentuan harga, negosiasi, lokasi dan sebagainya menunjukkan ada sesuatu yang tidak benar," lanjut Harry.
Lebih jauh, kecurigaan bertambah karena BPK tidak pernah menemukan adanya transaksi uang dengan nominal besar dengan proses seperti ini sebelumnya.
"Tidak pernah. Kemudian setelah dibayar tunai, pemakaiannya baru bisa dilakukan dua tahun kemudian," ucapnya.
Untuk itu, ia mengharapkan agar perkara ini menjadi perhatian bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diusut secara mendalam.
"Sehingga indikasi kerugian negara ini bisa dibuktikan benar tidaknya di pengadilan," katanya.(inilah)
Tag :
Hukum