Bola panas kasus suap pembahasan Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara dan revisi Perda No. 8/1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta, terus bergulir. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pun ikut kena dampaknya.
Setelah tertangkapnya Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu, sudah tiga orang ditetapkan sebagai tersangka. Selain Sanusi sebagai anggota DPRD DKI, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro anak buah Ariesman menjadi tersangka.
KPK pun menggeledah ruang kerja Ariesman Wijaya dan menyita sejumlah dokumen. Kabarnya, salah satu temuannya adalah dokumen perjanjian gelontoran uang Rp6 miliar kepada Pemprov DKI Jakarta. Dana itu disebut-sebut untuk membiayai penertiban Kalijodo, termasuk biaya pengerahan Satpol PP, polisi, dan TNI. Muncullah dugaan hal itu sebagai barter dengan penurunan kontribusi tambahan pengembang dari angka yang diusulkan 15%.
Pasalnya, dirinya merasa dugaan barter antara Kalijodo dan penurunan persentase atas kontribusi tambahan dari pengembang tersebut tidak pernah ada. “Ini namanya penggiringan opini. Bagi saya, ini benar-benar jahat banget, ini fitnah. Saya akan tuntut ini,” tegasnya dengan nada tinggi.
Ahok semakin meradang, tatkala awak media mencoba mengonfirmasi dan menunjukkan secarik dokumen dalam bentuk tabel. Pada tabel tanpa tercantum sumbernya itu disebutkan bahwa Agung Podomoro Land telah menyerahkan 13 proyek kepada Ahok sebagai wujud kewajiban kontribusi tambahan yang dinilai tidak ada dasar hukumnya.
Ahok sangat keberatan dengan tabel tersebut, terutama redaksional judul tabel, meskipun isinya, diakui Ahok. Misalnya pembangunan Rusun Daan Mogot yang memang menjadi kewajiban Podomoro, pembangunan jalan inspeksi, dan lain-lain. Lalu Ahok pun menjelaskan.
“Di sini [tabel ini] ada soal penertiban Kalijodo. Podomoro memang sempat mau, tapi terakhir, dia pikir-pikir kalau kemahalan biayanya, dia ga mau. Katanya masih banyak proyek lainnya yang belum terjual nih,” jelas Ahok
Kemudian, kawasan Kalijodo ditawakan kepada pengembang lain dalam hal ini Sinarmas untuk dibereskan melalui anggaran Corporate Social Responsibility (csr) mereka. “Sinarmas waktu mau datang sebelum penertiban, dia sudah mau ikut. Cuma waktu itu kita pikir, kenapa gak suruh Podomoro, dan sebagai pemenuhan kewajiban pengembang, waktu itu,” ujarnya.
Ahok juga keberatan dengan judul tabel tersebut. “Ini ditulisnya judulnya ini nggak bener lho, maak dutulisnya diterima gubernur, bukan diterima gubernur lho,” ujarnya.
Ahok menilai hal itu, adalah upaya pembunuhan karakter dirinya dan penggiringan opini menyesatkan tentang dirinya. “Makanya gua juga bingung. Soal Kalijodo, ini duit Rp6 miliar ini buat apa,” terangnya.(slpos)
Setelah tertangkapnya Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu, sudah tiga orang ditetapkan sebagai tersangka. Selain Sanusi sebagai anggota DPRD DKI, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro anak buah Ariesman menjadi tersangka.
ilustrasi/net |
KPK pun menggeledah ruang kerja Ariesman Wijaya dan menyita sejumlah dokumen. Kabarnya, salah satu temuannya adalah dokumen perjanjian gelontoran uang Rp6 miliar kepada Pemprov DKI Jakarta. Dana itu disebut-sebut untuk membiayai penertiban Kalijodo, termasuk biaya pengerahan Satpol PP, polisi, dan TNI. Muncullah dugaan hal itu sebagai barter dengan penurunan kontribusi tambahan pengembang dari angka yang diusulkan 15%.
Pasalnya, dirinya merasa dugaan barter antara Kalijodo dan penurunan persentase atas kontribusi tambahan dari pengembang tersebut tidak pernah ada. “Ini namanya penggiringan opini. Bagi saya, ini benar-benar jahat banget, ini fitnah. Saya akan tuntut ini,” tegasnya dengan nada tinggi.
Ahok semakin meradang, tatkala awak media mencoba mengonfirmasi dan menunjukkan secarik dokumen dalam bentuk tabel. Pada tabel tanpa tercantum sumbernya itu disebutkan bahwa Agung Podomoro Land telah menyerahkan 13 proyek kepada Ahok sebagai wujud kewajiban kontribusi tambahan yang dinilai tidak ada dasar hukumnya.
Ahok sangat keberatan dengan tabel tersebut, terutama redaksional judul tabel, meskipun isinya, diakui Ahok. Misalnya pembangunan Rusun Daan Mogot yang memang menjadi kewajiban Podomoro, pembangunan jalan inspeksi, dan lain-lain. Lalu Ahok pun menjelaskan.
“Di sini [tabel ini] ada soal penertiban Kalijodo. Podomoro memang sempat mau, tapi terakhir, dia pikir-pikir kalau kemahalan biayanya, dia ga mau. Katanya masih banyak proyek lainnya yang belum terjual nih,” jelas Ahok
Kemudian, kawasan Kalijodo ditawakan kepada pengembang lain dalam hal ini Sinarmas untuk dibereskan melalui anggaran Corporate Social Responsibility (csr) mereka. “Sinarmas waktu mau datang sebelum penertiban, dia sudah mau ikut. Cuma waktu itu kita pikir, kenapa gak suruh Podomoro, dan sebagai pemenuhan kewajiban pengembang, waktu itu,” ujarnya.
Ahok juga keberatan dengan judul tabel tersebut. “Ini ditulisnya judulnya ini nggak bener lho, maak dutulisnya diterima gubernur, bukan diterima gubernur lho,” ujarnya.
Ahok menilai hal itu, adalah upaya pembunuhan karakter dirinya dan penggiringan opini menyesatkan tentang dirinya. “Makanya gua juga bingung. Soal Kalijodo, ini duit Rp6 miliar ini buat apa,” terangnya.(slpos)
Tag :
Hukum