Inilah Pasal Krusial Draf RUU Pilkada yang Belum Ada Kesepakatan

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah mengetahui tersangka korupsi tidak boleh maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Namun, menurutnya, hal itu bukan salah satu hal krusial pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pilkada.

"Saya sudah tahu itu soal tersangka enggak boleh jadi calon (kepala daerah). Sekarang sedang tahap sinkronisasi," kata Tjahjo di Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Jakarta, Kamis (19/5).

ilustrasi
Menurutnya, poin krusial yang masih belum menemukan kesepakatan yaitu perlu atau tidaknya anggota DPR, DPD serta DPR mengundurkan diri apabila mengikuti pilkada. "Yang jadi kendala itu DPR, DPD, DPRD enggak mau mundur. Keinginan DPR begitu. Tapi kan putusan MK (Mahkamah Konstitusi), putuskan harus mundur," ujarnya.

Dia menegaskan, pemerintah tetap berpegang pada putusan MK.

Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Sumarsono mengatakan, pemerintah hanya menyiapkan satu draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada. Pemerintah tidak akan mengakomodir keinginan Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada yang mengusulkan anggota DPR, DPD, DPRD tidak perlu mengundurkan diri jika maju pilkada.

"Satu draf. Saklek. Posisinya, pemerintah tetap mengacu putusan MK," kata Sumarsono.

Dia menambahkan, RUU Pilkada bakal disahkan pada 31 Mei 2016. "Pemerintah bersama DPR terus bahas. Keputusannya tanggal 31 Mei pengesahan," ujarnya.

Pada bagian lain, dia mengatakan, khusus pilkada Papua Barat yang bakal berlangsung pada Februari 2017 mempunyai persyaratan khusus bagi calon. Mengingat, Papua Barat merupakan salah satu daerah otonomi khusus.

"Ada PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) untuk berikan ruang KPU daerah, misal di Papua atau Papua Barat. Setelah calon ditetapkan, nanti dikonfirmasi MRP (Majelis Rakyat Papua) apakah calon kepala daerah orang asli Papua atau Papua Barat," katanya.(brt1)
pageads
Tag : Parlemen