Pusat Informasi Palestina: Masih ingat dengan Muhammad Al-Qiq? Wartawan yang disandera zionis Israel secara sewenang-wenang dengan ditetapkan sebagai tawanan tahanan administratif (tanpa dakwahan dan proses pengadilan). Kemudian dia melakukan mogok makan selama 90 hari untuk menekan Israel agar dia dibebaskan. Berkat kegigihan dan dukungan massif dari media massa pro Palestina akhirnya Al-Qeiq dibebaskan Israel. Pusat Informasi Palestina (Markaz filistini lil’ilam) secara eksklusif mewawancarainya untuk mengetahui lebih detail perjuangannya yang unik.
Muhammad Al-Qieq menegaskan, aksi solidaritas luas terhadap kasus yang dihadapinya selama aksi mogok makan yang dilakukan selama 90 hari terbukti bahwa kepongahan penjajah zionis bisa dipatahkan.
Kepada Pusat Informasi Palestina, ia menegaskan, ia memutuskan menempuh aksi mogok makan selama fase investigasi untuk melawan kepongahan dan kekejaman penyidik intelijen Shabak di sel gelapnya.
Ia menandaskan, pemberdayaan dan pemanfaatan media massa dan dukungan massa secara massif selain kesabarannya menuntun kepada pertolongan Allah sampai dia memetik kemenangan dengan dibebaskannya. Prinsip yang dipegangnya “kemenangan atau mati syahid” dengan keimanan dan kepercayaan dirinya yang utuh akhirnya membuahkan sebuah titik terang dan babak baru di hari ke 79 setelah dia mogok makan. Saat itulah kasus yang dialami sudah menjadi kasus “publik bersama” sehingga harus dilanjutkan dan pantang mundur. Padahal saat itu “mati syahid” baginya sudah sangat dekat.
Al-Qeiq menambahkan, dirinya dicokok Israel setelah mengeluarkan statemen yang dinilai penjajah zionis sebagai tindakan provokatif. Menurutnya, media massa adalah “otoritas pertama” dan bukan keempat dan bahwa para jurnalis mampu menciptakan perubahan dan peralihan menuju kemerdekaan.
Ia juga mengisahkan perasaannya yang bergemuruh saat babak baru dialaminya di ruang 362 di RS Israel Afulah. Ruang yang penuh dengan air mata, kesedihan, keluhan selama mogok makan. Namun juga ruang penuh rehat dan ruang kemenangan melawan para komandan Shabak zionis yang mengancamnya, “Engkau tak ada lihat istri dan anakmua selama 3 tahun. Engkau akan ditahan di sel gelap tanpa komunikasi”.
Dalam wawancaranya kali ini, Al-Qeiq bicara soal detail-detail kasus yang dihadapinya yang tidak diungkap sebelumnya. Termasuk pertarungan “kontak tulang” (adu pertahanan) dengan Shabak yang menggunakan berbagai cara untuk mengalahkannya sejak awal. Semua dilakukan Israel demi membungkam suara media massa.
Berikut petikan wawancaranya:
Sebenarnya, apa penyebab penangkapan dan penahanan Anda?
Sejak Israel menggeledah rumah saya di Ramallah, merusak isi dan mengintimidasi keluarga saya, kemudian saya diintrogasi langsung, sejak itu saya sudah mencium Israel memiliki misi namun dilakukan dengan kekerasan dan dengan cara intimidasi.
Saya ditanya tentang pembentukan sel militer Al-Qassam, komunikasi dengan pihak luar di Turki, Qatar dan Gaza. Saya tenang dan karena yakin itu semua tidak ada kaitan dengan kasusnya. Sebab Israel ingin tangkapan besar dengan cara mencari informasi yang kecil-kecil. Kesimpulan yang mereka cari; saya mengakui melakukan provokasi terhadap zionis melalui media massa.
Apa cara-cara Israel terhadap Anda?
Banyak cara-cara investigasi yang dilakukan Israel, termasuk pemukulan, hinaan dan cercaan, tekanan psikologi, ancaman, intimidasi, pengeselan pribadi, dan larangan tidur. Saya juga dilarang bertemu dengan lawyer. Selam investigasi dengan cara diborgol, dibekap saat keluar masuk sel.
Anda umumkan mogok makan saat diinvestigasi. Apa yang terjadi?
Penangkapan saya tanpa alasan apapun. Saya seorang jurnalis, pengamat politik, seharusnya saya bekerja dengan bebas. Karena itu saat introgasi, Shabak takut fakta terungkap, mereka tidak ingin fakta itu terungkap ke publik. Karena itu secara mental dan fisik saya ditekan untuk mematikan semangat perlawanan.
Pada awalnya Israel mereka mencibir sikap saya. Mereka bilang pengalaman yang sudah pasti gagal jika ada jurnalis yang melawan Israel.
Anda mogok makan tanpa ada asupan makan pendukung, apa Anda tak takut nyawa anda?
Ketika memutuskan mogok makan, pikiran saya akan mati syahid, itu saja. Saat ada bayangan keluarga di benak saya, istri anak-anak, saya anggap itu dari setan dan saya melupakannya. Di depan saya tak ada emosi atau perasaan sedih. Cita-cita saya hanya menang atau mati syahid. Saya putuskan mogok makan dan tidak akan mundur. Hanya itu cara menghentikan kezhaliman penjajah.(ip)
Muhammad Al-Qieq menegaskan, aksi solidaritas luas terhadap kasus yang dihadapinya selama aksi mogok makan yang dilakukan selama 90 hari terbukti bahwa kepongahan penjajah zionis bisa dipatahkan.
Kepada Pusat Informasi Palestina, ia menegaskan, ia memutuskan menempuh aksi mogok makan selama fase investigasi untuk melawan kepongahan dan kekejaman penyidik intelijen Shabak di sel gelapnya.
Ia menandaskan, pemberdayaan dan pemanfaatan media massa dan dukungan massa secara massif selain kesabarannya menuntun kepada pertolongan Allah sampai dia memetik kemenangan dengan dibebaskannya. Prinsip yang dipegangnya “kemenangan atau mati syahid” dengan keimanan dan kepercayaan dirinya yang utuh akhirnya membuahkan sebuah titik terang dan babak baru di hari ke 79 setelah dia mogok makan. Saat itulah kasus yang dialami sudah menjadi kasus “publik bersama” sehingga harus dilanjutkan dan pantang mundur. Padahal saat itu “mati syahid” baginya sudah sangat dekat.
Al-Qeiq menambahkan, dirinya dicokok Israel setelah mengeluarkan statemen yang dinilai penjajah zionis sebagai tindakan provokatif. Menurutnya, media massa adalah “otoritas pertama” dan bukan keempat dan bahwa para jurnalis mampu menciptakan perubahan dan peralihan menuju kemerdekaan.
Ia juga mengisahkan perasaannya yang bergemuruh saat babak baru dialaminya di ruang 362 di RS Israel Afulah. Ruang yang penuh dengan air mata, kesedihan, keluhan selama mogok makan. Namun juga ruang penuh rehat dan ruang kemenangan melawan para komandan Shabak zionis yang mengancamnya, “Engkau tak ada lihat istri dan anakmua selama 3 tahun. Engkau akan ditahan di sel gelap tanpa komunikasi”.
Dalam wawancaranya kali ini, Al-Qeiq bicara soal detail-detail kasus yang dihadapinya yang tidak diungkap sebelumnya. Termasuk pertarungan “kontak tulang” (adu pertahanan) dengan Shabak yang menggunakan berbagai cara untuk mengalahkannya sejak awal. Semua dilakukan Israel demi membungkam suara media massa.
Berikut petikan wawancaranya:
Sebenarnya, apa penyebab penangkapan dan penahanan Anda?
Sejak Israel menggeledah rumah saya di Ramallah, merusak isi dan mengintimidasi keluarga saya, kemudian saya diintrogasi langsung, sejak itu saya sudah mencium Israel memiliki misi namun dilakukan dengan kekerasan dan dengan cara intimidasi.
Saya ditanya tentang pembentukan sel militer Al-Qassam, komunikasi dengan pihak luar di Turki, Qatar dan Gaza. Saya tenang dan karena yakin itu semua tidak ada kaitan dengan kasusnya. Sebab Israel ingin tangkapan besar dengan cara mencari informasi yang kecil-kecil. Kesimpulan yang mereka cari; saya mengakui melakukan provokasi terhadap zionis melalui media massa.
Apa cara-cara Israel terhadap Anda?
Banyak cara-cara investigasi yang dilakukan Israel, termasuk pemukulan, hinaan dan cercaan, tekanan psikologi, ancaman, intimidasi, pengeselan pribadi, dan larangan tidur. Saya juga dilarang bertemu dengan lawyer. Selam investigasi dengan cara diborgol, dibekap saat keluar masuk sel.
Anda umumkan mogok makan saat diinvestigasi. Apa yang terjadi?
Penangkapan saya tanpa alasan apapun. Saya seorang jurnalis, pengamat politik, seharusnya saya bekerja dengan bebas. Karena itu saat introgasi, Shabak takut fakta terungkap, mereka tidak ingin fakta itu terungkap ke publik. Karena itu secara mental dan fisik saya ditekan untuk mematikan semangat perlawanan.
Pada awalnya Israel mereka mencibir sikap saya. Mereka bilang pengalaman yang sudah pasti gagal jika ada jurnalis yang melawan Israel.
Anda mogok makan tanpa ada asupan makan pendukung, apa Anda tak takut nyawa anda?
Ketika memutuskan mogok makan, pikiran saya akan mati syahid, itu saja. Saat ada bayangan keluarga di benak saya, istri anak-anak, saya anggap itu dari setan dan saya melupakannya. Di depan saya tak ada emosi atau perasaan sedih. Cita-cita saya hanya menang atau mati syahid. Saya putuskan mogok makan dan tidak akan mundur. Hanya itu cara menghentikan kezhaliman penjajah.(ip)
Tag :
palestina