HTI: Haram Hormat Bendera Seperti Haramnya Zina dan Khamar

Muhammad Shidiq Al Jawi atau H. Ir. M. Shiddiq al-Jawi, MSI, salah seorang ustadz HTI sekaligus Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam sebuah "fatwanya" mengharamkan upacara bendera dan menjadi pembina upacara.

Menurutnya, upacara bendera yang dilaksanakan saat ini dianggap sebagai sarana untuk menyeru dan menanamkan pada paham nasionalisme yang haram.


Haram juga hukumnya segala macam jalan atau sarana yang mengantarkan pada perbuatan menyeru kepada ‘ashabiyah, seperti upacara bendera atau menjadi pembina upacara. Sebab upacara bendera yang dilaksanakan di Dunia Islam saat ini, tiada lain adalah sarana atau jalan untuk menyeru dan menanamkan paham nasionalisme.",

Ustadz HTI mengharamkan Nasionalisme yang diartikannya sebagai fanatisme kebangsaan karena dianggap sebagai bagian dari bentuk Ashobiyah. Ia menyitir hadits riwayat Abu Daud untuk mendasari argumentasinya.  "Bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang menyeru kepada ashabiyah.” (HR Abu Dawud, hadits hasan)"

Haramnya Nasionalisme bagi ustadz HTI tersebut sama seperti haramnya Zina dan Khamr, sehingga perantara yang mengantarkan pada perbuatan Zina dan meminum Khamar atau semisalnya juga dihukumi haram.

M. Shiddiq Al Jawi menggunakan kaidah "al-wasilah ila al-haram haram” (segala perantaraan yang membawa pada yang haram, hukumnya haram juga) untuk menguatkan pendapatnya tersebut. Dengan metode yang sama pula, Shiddiq Al Jawi mengharamkan upacara bendera dan menjadi pembina bendera.

Dalam ulasannya, Shiddiq Al Jawi juga mengutip pendapat pendiri HT yang mengatakan bahwa nasionalisme berasal dari negara kafir penjajah.

"Padahal Islam tidak pernah mengajarkan dan membenarkan paham nasionalisme. Paham nasionalisme sebenarnya berasal dari negara-negara kafir penjajah. Paham ini sengaja dihembuskan kepada Dunia Islam untuk memecah belah kaum muslimin yang sebelumnya bersatu dalam satu kekhilafahan (Taqiyuddin an-Nabhani, Piagam Umat Islam, hal. 20-22)"., kutipnya dilansir situs syabab HTIdetikIslam (16/8/2013) dikutip SyababIndonesia.com (14/8/2014). [1]

Tetapi menurut Shiddiq Al Jawi, bila terdapat paksaan (ikrah), maka tidak apa-apa melaksanakan upacara bendera selama hati tidak setuju. Menurutnya, hal itu bagian dari rukhshoh (keringanan), meskipun tidak dijelaskan lebih rinci mengenai rukhshoh dan batasan yang terkategori dengan paksaan (ikrah) tersebut.

Nahdlatul Ulama Tentang Nasionalisme 
Asumsi ustadz HTI tentang nasionalisme sangat berbeda dengan para ulama dikalangan NU, Hadlaratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari pernah mengatakan :

"Agama dan Nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari Agama, dan keduanya saling menguatkan" [2]

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H As’ad Said Ali membedakan antara nasionalisme yang bertumpu pada nilai-nilai Islam dan nasionalisme yang sekuler. Hal itu yang membedakan dengan NU. Ia menegaskan bahwa rasa kebangsaan Nahdlatul Ulama tumbuh dan dilandasi nilai-nilai keagamaan pesantren. Hal inilah yang membedakan nasionalisme NU dengan nasionalisme sekuler. [3]

Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siraj juga pernah mengatakan bahwa NU telah berhasil mengawinkan antara Agama dan semangat nasionalisme. NU telah memberikan sumbangsih dalam menentukan bentuk negara Indonesia; sebuah negara yang dijiwai nilai-nilai agama dan nasionalisme. [4]

Salah satu pendiri Nahdlatul Ulama KH. Abdul Wahab Hasbullah bahkan pernah membentuk organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916.(BT)
pageads
Tag : nasional