Di balik kelembutan sebagai seorang ulama. Sosok Kiai Muhammad Yahya, memiliki jiwa heroisme yang tinggi. Dia ada di garda depan saat berjuang melawan penjajah Belanda pada 10 November 1945. Nama Kiai generasi ke tiga, Pondok Pesantren Miftahul Gading ini begitu harum.
Keturunan Waliyullah
Suasana hening di sertai aroma bunga kemboja tercium di kompleks makam yang berukuran 3 meter x 22 meter yang terletak di sebelah kanan kiri mihraj Masjid Baiturohman JL. Gading Pesantren 38 Malang. Di belakang Masjid yang satu kompleks dengan dengan Pondok Pesantren Miftahul Huda atau yang akrab di sebut Pondok Gading itulah makam Kiai Muhammad Yahya dan istrinya. Nyai Hj Siti Chitijah serta kedua putranya Kiai A. Dumyati Amrullah Yahya dan KH. Abdurrohman Amrullah Yahya berada. Makam yang bercat putih dengan hiasan bunga di atas pasarean tersebut, seolah jadi bukti prasasti sejarah. Bahwa di Malang ada Kiai yang belakangan di sebut Waliyullah oleh para santri dan masyarakat sekitar serta jamaah. Sebutan itu sudah akrab di kalangan masyarakat, para santri dan serta ulama. Sebutan itu di perkuat dengan garis keturunan Kiai Yahya masih ada nasab dengan Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
Heroisme Pondok Gading di buktikan dengan terjunnya Kiai Yahya dalam perang gerilya sejak sebelum tahun 1945. Catatan kesaksian komandan gerilya pasukan “ Garuda Merah “ Kompi 1 Bataliyon 1 Resimen 38 Untung Suropati Brigadir Jendral (purn) KH. Syulam Syamsun pada sebua pengantar buku biografi Kiai Yahya dalam keterlibatannya pengasuh Pondok Gading generasi tiga ini cukup jelas. Ada sejumlah pertempuran yang Kiai Yahya ikut turun di garda depan . Misalnya saat pertempuran dengan PGV ( Pront Gubeng Vladek ) bentukan Belanda di Surabaya pada 10 November 1945, selain itu ia pun turut bertempur dalam perang kemerdekaan I dan II sejak Kota Malang jatuh ketangan Belanda tahun 1948. Saat itu markas gerilya pasukan ini terletak di lereng gunung kawi tepatnya di Desa Sumberbedo. Bahkan di sebutkan. Kiai Yahya menjadi salah satu kunci suksesnya gerilya kala itu. Kiai Yahya begitu cerdas dan kebal . Dalam hal mengelabui musuh , dia selalu sukses . Memang saat itu Pondok Gading di anggap Belanda Zona netral , Nah “ Hadiah “ itu yang di manfaatkan dia untuk melakukan sejumlah penyerangan halus. Misalnya menjadi inteljen. Penyiapan logistik dan amunisi dari pondok untuk para pejuang. Peranan itulah yang patut di acungin jempol dari ulama tasawuf tersebut.
Selama tiga tahun bergerilya di lereng gunung kawi akhirnya Kota Malang berhasil di rebut Pasukan Garuda Merah pada 27 Desember 1949. Itu semua tak lepas dari peranan Pondok Gading sebagai pos, benteng tempat konsulidasi serta “persembunyian” pasukan karena praktis tak di sentuh penjajah dan peranan heroik Kiai Yahya yang membanggakan. Kiai Yahya sendiri di lahirkan pada tahun 1903 Masehi di Desa jetis, kecamatan Dau, kabupaten Malang. Sebenarnya Kiai Yahya keturunan ulama Jawa Barat, tepatnya di kabupaten Pati dari orang tuanya Kiai Qoribun Nyai Sarmi. Kiai Yahya merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara. Soal lahirnya beliau di Malang ini masih menjadi misteri. Kiai Yahya adalah menantu putra dari pendiri Pondok Gading sebelumnya, Yakni Kiai Munadi yang mengasuh pondok ini selama 90 tahun. Pondok Gading di dirikan pada tahun 1768. Setelah Kiai Munadi wafat pada usia 125 tahun.(fahmialinh)
Keturunan Waliyullah
Suasana hening di sertai aroma bunga kemboja tercium di kompleks makam yang berukuran 3 meter x 22 meter yang terletak di sebelah kanan kiri mihraj Masjid Baiturohman JL. Gading Pesantren 38 Malang. Di belakang Masjid yang satu kompleks dengan dengan Pondok Pesantren Miftahul Huda atau yang akrab di sebut Pondok Gading itulah makam Kiai Muhammad Yahya dan istrinya. Nyai Hj Siti Chitijah serta kedua putranya Kiai A. Dumyati Amrullah Yahya dan KH. Abdurrohman Amrullah Yahya berada. Makam yang bercat putih dengan hiasan bunga di atas pasarean tersebut, seolah jadi bukti prasasti sejarah. Bahwa di Malang ada Kiai yang belakangan di sebut Waliyullah oleh para santri dan masyarakat sekitar serta jamaah. Sebutan itu sudah akrab di kalangan masyarakat, para santri dan serta ulama. Sebutan itu di perkuat dengan garis keturunan Kiai Yahya masih ada nasab dengan Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
Heroisme Pondok Gading di buktikan dengan terjunnya Kiai Yahya dalam perang gerilya sejak sebelum tahun 1945. Catatan kesaksian komandan gerilya pasukan “ Garuda Merah “ Kompi 1 Bataliyon 1 Resimen 38 Untung Suropati Brigadir Jendral (purn) KH. Syulam Syamsun pada sebua pengantar buku biografi Kiai Yahya dalam keterlibatannya pengasuh Pondok Gading generasi tiga ini cukup jelas. Ada sejumlah pertempuran yang Kiai Yahya ikut turun di garda depan . Misalnya saat pertempuran dengan PGV ( Pront Gubeng Vladek ) bentukan Belanda di Surabaya pada 10 November 1945, selain itu ia pun turut bertempur dalam perang kemerdekaan I dan II sejak Kota Malang jatuh ketangan Belanda tahun 1948. Saat itu markas gerilya pasukan ini terletak di lereng gunung kawi tepatnya di Desa Sumberbedo. Bahkan di sebutkan. Kiai Yahya menjadi salah satu kunci suksesnya gerilya kala itu. Kiai Yahya begitu cerdas dan kebal . Dalam hal mengelabui musuh , dia selalu sukses . Memang saat itu Pondok Gading di anggap Belanda Zona netral , Nah “ Hadiah “ itu yang di manfaatkan dia untuk melakukan sejumlah penyerangan halus. Misalnya menjadi inteljen. Penyiapan logistik dan amunisi dari pondok untuk para pejuang. Peranan itulah yang patut di acungin jempol dari ulama tasawuf tersebut.
Selama tiga tahun bergerilya di lereng gunung kawi akhirnya Kota Malang berhasil di rebut Pasukan Garuda Merah pada 27 Desember 1949. Itu semua tak lepas dari peranan Pondok Gading sebagai pos, benteng tempat konsulidasi serta “persembunyian” pasukan karena praktis tak di sentuh penjajah dan peranan heroik Kiai Yahya yang membanggakan. Kiai Yahya sendiri di lahirkan pada tahun 1903 Masehi di Desa jetis, kecamatan Dau, kabupaten Malang. Sebenarnya Kiai Yahya keturunan ulama Jawa Barat, tepatnya di kabupaten Pati dari orang tuanya Kiai Qoribun Nyai Sarmi. Kiai Yahya merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara. Soal lahirnya beliau di Malang ini masih menjadi misteri. Kiai Yahya adalah menantu putra dari pendiri Pondok Gading sebelumnya, Yakni Kiai Munadi yang mengasuh pondok ini selama 90 tahun. Pondok Gading di dirikan pada tahun 1768. Setelah Kiai Munadi wafat pada usia 125 tahun.(fahmialinh)
Tag :
Info