Kasus Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Zonasi dan Pesisir Laut Jakarta Utara terus berlanjut. Kasus yang saat ini tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu belakangan muncul data-data baru.
Salah satunya adalah data yang menyebutkan kalau Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah meminta uang sekitar Rp 300 miliar kepada salah satu pengembang, yaitu Agung Podomoro Land (APL)
Yang mengejutkan lagi, dana yang diminta oleh Ahok itu bukan dana CSR, melainkan dana kontribusi tambahan dari pelaksanaan reklamasi yang tidak punya payung hukum. Sebab DPRD DKI sebelumnya telah menolak usulan kontribusi tambahan tersebut masuk dalam Raperda zonasi sampai akhirnya Perda itu tidak jadi disahkan.
"Total dana yang diminta Ahok kepada APL dengan dalih kontribusi tambahan ini mencapai Rp 392.672.527.282. Dimana realisasi anggarannya sudah mencapai Rp 218.715.943.217, sementara sisanya Rp 173.956.584.065 belum diberikan kepada Pemprov DKI Jakarta," ungkap salah seorang pegawai APL yang mewanti-wanti agar namanya tidak disebutkan, Selasa (11/5/2016).
Pegawai APL ini pun menyebutkan, anggaran kontribusi tambahan tersebut diminta Ahok dengan alasan untuk melakukan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan Pemprov DKI.
Sedikitnya, ada 13 item kegitan yang akan sudah dilakukan Pemprov DKI dengan dana itu. Kegitan yang dimaksud di antaranya adalah kegiatan pembangunan rusun Daan Mogot Rp 92,032.448, 182 dan penertiban Kali Jodo dengan anggaran Rp 6.000.000.000.
Anehnya Gubernur Ahok meminta anggaran tambahan kontribusi kepada APL hanya dengan secarik kertas memo.
"Jadi bukan berbentuk surat resmi dari Pemprov kepada APL," bebernya.
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) M Taufik mengatakan, Pemprov DKI memang pernah menyodorkan usulan agar dalam pembahasan Raperda dimasukkan adanya anggaran kontribusi tambahan.
Namun usulan itu ditolak dewan dengan alasan, kontribusi tambahan tidak punya payung hukum yang jelas.
"Makanya kemudian, soal tambahan kontribusi tersebut yang menurut biro hukum ada diskresi. Maka hal itu kemudian sepenuhnya diatur dalam Pergub," ungkapnya.
"Jadi persoalan kontribusi tambahan ini penyebab kenapa kami tidak mau mengesahkan Raperda zonasi," tandasnya.
Di tempat terpisah, Pakar Hukum Tata Negara, Magarito Kamis, juga menyampaikan pendapatnya.
Dia mengatakan, kalau pemberian swasta maka dana yang diminta Ahok itu harus masuk kas daerah terlebih dahulu sebagai hibah dan tercatat di administrasi.
Setelah itu, menurut Margarito, baru bisa keluar lagi. "Jadi, tidak boleh langsung dari swasta, terus langsung ke proyek yang lagi dikerjakan, kalau begini ngaco!," tegas dia.
"Penerimaan swasta ini biasanya berbentuk dana hibah dan itu tugas kepala dinas pendapatan, bukan gubernur yang bikin-bikin memo."
Margarito juga mempertanyakan, dasar hukum penggunaan dana tambahan kontribusi dari APL kepada Ahok. Sebab, perdanya belum disahkan.
"Kalaupun pakai Pergub, apakah pergubnya mengatur soal besaran dana tersebut. Ini jelas keliru," ungkap Margarito.
Terkait pemeriksaan Ahok oleh KPK kemarin, dijelaskan Margarito, hal itu untuk memperjelas masuknya dana-dana dari pengembang terkait izin reklamasi yang tidak memiliki dasar hukum.
"Artinya pemeriksaan KPK terhadap Ahok, mempunyai relevansi dengan dana swasta yang masuk ke Pempprov DKI, itu pasti," pungkasnya. (TS)
Salah satunya adalah data yang menyebutkan kalau Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah meminta uang sekitar Rp 300 miliar kepada salah satu pengembang, yaitu Agung Podomoro Land (APL)
Yang mengejutkan lagi, dana yang diminta oleh Ahok itu bukan dana CSR, melainkan dana kontribusi tambahan dari pelaksanaan reklamasi yang tidak punya payung hukum. Sebab DPRD DKI sebelumnya telah menolak usulan kontribusi tambahan tersebut masuk dalam Raperda zonasi sampai akhirnya Perda itu tidak jadi disahkan.
"Total dana yang diminta Ahok kepada APL dengan dalih kontribusi tambahan ini mencapai Rp 392.672.527.282. Dimana realisasi anggarannya sudah mencapai Rp 218.715.943.217, sementara sisanya Rp 173.956.584.065 belum diberikan kepada Pemprov DKI Jakarta," ungkap salah seorang pegawai APL yang mewanti-wanti agar namanya tidak disebutkan, Selasa (11/5/2016).
Pegawai APL ini pun menyebutkan, anggaran kontribusi tambahan tersebut diminta Ahok dengan alasan untuk melakukan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan Pemprov DKI.
Sedikitnya, ada 13 item kegitan yang akan sudah dilakukan Pemprov DKI dengan dana itu. Kegitan yang dimaksud di antaranya adalah kegiatan pembangunan rusun Daan Mogot Rp 92,032.448, 182 dan penertiban Kali Jodo dengan anggaran Rp 6.000.000.000.
Anehnya Gubernur Ahok meminta anggaran tambahan kontribusi kepada APL hanya dengan secarik kertas memo.
"Jadi bukan berbentuk surat resmi dari Pemprov kepada APL," bebernya.
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) M Taufik mengatakan, Pemprov DKI memang pernah menyodorkan usulan agar dalam pembahasan Raperda dimasukkan adanya anggaran kontribusi tambahan.
Namun usulan itu ditolak dewan dengan alasan, kontribusi tambahan tidak punya payung hukum yang jelas.
"Makanya kemudian, soal tambahan kontribusi tersebut yang menurut biro hukum ada diskresi. Maka hal itu kemudian sepenuhnya diatur dalam Pergub," ungkapnya.
"Jadi persoalan kontribusi tambahan ini penyebab kenapa kami tidak mau mengesahkan Raperda zonasi," tandasnya.
Di tempat terpisah, Pakar Hukum Tata Negara, Magarito Kamis, juga menyampaikan pendapatnya.
Dia mengatakan, kalau pemberian swasta maka dana yang diminta Ahok itu harus masuk kas daerah terlebih dahulu sebagai hibah dan tercatat di administrasi.
Setelah itu, menurut Margarito, baru bisa keluar lagi. "Jadi, tidak boleh langsung dari swasta, terus langsung ke proyek yang lagi dikerjakan, kalau begini ngaco!," tegas dia.
"Penerimaan swasta ini biasanya berbentuk dana hibah dan itu tugas kepala dinas pendapatan, bukan gubernur yang bikin-bikin memo."
Margarito juga mempertanyakan, dasar hukum penggunaan dana tambahan kontribusi dari APL kepada Ahok. Sebab, perdanya belum disahkan.
"Kalaupun pakai Pergub, apakah pergubnya mengatur soal besaran dana tersebut. Ini jelas keliru," ungkap Margarito.
Terkait pemeriksaan Ahok oleh KPK kemarin, dijelaskan Margarito, hal itu untuk memperjelas masuknya dana-dana dari pengembang terkait izin reklamasi yang tidak memiliki dasar hukum.
"Artinya pemeriksaan KPK terhadap Ahok, mempunyai relevansi dengan dana swasta yang masuk ke Pempprov DKI, itu pasti," pungkasnya. (TS)