“Mana katanya mau kerja, kerja, kerja!
Kok, belum juga ada realisasinya,” ketus Muhammad Imam Nasef, peneliti
dari Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) memulai
pernyataannya dalam menangggapi lambannya pengumuman Kabinet Indonesia
Hebat, kepada INDOPOS (Grup JPNN) di Jakarta, kemarin (23/10).
Menurut Nasef, penundaan pengumuman itu
tidak cukup beralasan setidaknya karena 3 hal. Pertama, waktu yang
dimiliki oleh Presiden Jokowi untuk menggunakan hak prerogatifnya
memilih dan menentukan para menteri yang akan membantunya menjalankan
roda pemerintahan sebenarnya sangat memadai.
Terhitung sejak KPU menetapkan hasil
Pilpres 2014 pada tanggal 22 Juli 2014 yang lalu sampai dengan
pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada tanggal 20 Oktober
2014 kemarin, Presiden memiliki waktu kurang lebih 90 hari atau sekitar 3
bulan.
“Jangka waktu 90 hari itu tentunya sudah
sangat memadai untuk menyusun postur kabinet dan menyeleksi serta
memilih calon-calon menteri yang akan menduduki jabatan menteri dalam
kabinet itu,” ujarnya.
Kedua, andaipun penundaan pengumuman
susunan kabinet itu disebabkan oleh adanya sejumlah nama calon menteri
yang dinilai KPK bermasalah setelah dilakukannya verifikasi, sebenarnya
Presiden Jokowi harus dapat mengantisipasinya dengan mengajukan
nama-nama calon menteri yang telah dipilih untuk diverifikasi oleh KPK
jauh-jauh hari sebelum pelantikan. Tapi Jokowi mengajukan 3 hari
menjelang pelantikan.
“Itu seharusnya yang dilakukan Presiden
apabila memang sungguh-sungguh ingin menciptakan kabinet yang diisi oleh
menteri-menteri yang bersih dan tidak memiliki masalah hukum,”
tuturnya.
Ketiga, adanya proses permintaan
pertimbangan ke DPR akibat perubahan nomenklatur terhadap sejumlah
kementerian dalam susunan kabinet yang dibentuk Presiden Jokowi tidak
dapat dijadikan alasan.
“Betul bahwa merujuk Pasal 17 ayat (4) UUD
1945 juncto Pasal 19 UU 39/2008 tentang Kementerian Negara, pengubahan
kementerian akibat adanya pemisahan atau penggabungan kementerian
dilakukan dengan pertimbangan DPR, akan tetapi kekosongan jabatan (vacum
of power) menteri untuk jangka waktu yang relatif lama juga tidak dapat
dibenarkan karena berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan bahkan
berpotensi menimbulkan instabilitas pemerintahan,”
tukasnya.
Lebih lanjut untuk urusan kerja cepat,
Nasef pun lebih mengacungkan jempol untuk Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono yang lebih bergerak cepat membentuk kabinet Indonesia
Bersatunya sejak 2004 yakni hanya satu hari jelang dirinya dilantik.
"Jadi kalau dibandingkan dari sisi
manajemen waktu, SBY masih lebih baik. Dan ini jadi awal yang buruk
untuk penilaian Jokowi," tandasnya.
SBY sudah menyeleksi menteri sejak 14
Oktober 2014. Metode yang dipakai adalah dengan memanggil calon menteri
untuk mengikuti fit and proper test di kediamannya, di Cikeas. SBY juga
melakukan uji kesehatan terhadap calon menterinya.
Susunan Kabinet Indonesia Bersatu terdiri
atas 21 menteri non-partai dan 16 menteri dari partai (dua Golkar, dua
PKB, dua PBB, tiga PKS, dua PAN, dua PPP, dua Demokrat, satu PKPI)
Berdasarkan data yang dihimpun, hingga
saat ini SBY masih menjadi yang tercepat dalam menyampaikan susunan
kabinet usai dilantik. SBY kala itu dilantik pada 20 Oktober 2004 dan
mengumumkan Kabinet Indonesia Bersatu pada 21 Oktober 2004.
Sedangkan Abdurahman Wahid alias Gus Dur,
mengumumkan kabinetnya selang enam hari setelah pelantikan, yakni pada
26 Oktober 1999. Gus Dur memilih nama Kabinet Persatuan Nasional.
Kabinetnya terdiri dari 16 menteri
non-partai dan 17 menteri asal partai. Yakni, lima PDIP, tiga PKB, satu
PBB, dua PAN, tiga Partai Golkar, satu PK, dan dua PAN. Gus Dur membahas
beberapa nama menteri bersama Amien Rais dan Akbar Tandjung. Gus Dur
biasanya memakai Wisma Negara untuk membahas nama-nama menteri.
Sementara, Megawati Soekarnoputri menjadi
presiden RI yang paling lama mengumumkan nama menteri-menteri di kabinet
pimpinannya. Dilantik sejak 23 Juli 2001, Mega baru mengumumkan Kabinet
Gotong Royong pada 9 Agustus 2001.
Kabinet Gotong Royong berisi sebanyak 17
menteri non-partai dan 16 menteri asal partai, yakni tiga menteri dari
Golkar, satu PKB, satu PBB, tujuh PDIP, dua PPP, dua PAN.
Sementara itu, Deputi Tim Transisi Hasto
Kristiyanto mengatakan, pembatalan itu lantaran belum adanya
pertimbangan dari DPR RI terkait pembentukan kementerian baru. "Kami
paham begitu besar harapan masyarakat terhadap pengumuman kabinet
Jokowi-JK. Tapi dalam hal ini, sebagai presiden yang taat sepenuhnya
pada undang-undang, perlu mendengar dulu pendapat DPR," kata Hasto di
Jakarta, kemarin.
Hasto menegaskan, penundaan itu tidak akan
berpengaruh pada jalannya pemerintahan. Pasalnya, undang-undang memang
memberi waktu 14 hari sejak dilantik kepada presiden untuk membentuk
kabinet.
Selain itu, lanjut Hasto, Presiden dan Wapres perlu pendalaman dan pengkajian secara berhati-hati, untuk menentukan calon menteri bagi kabinetnya. Ini, tuturnya, penting untuk menciptakan pemerintahan yang bersih. "Keterlibatan KPK dan PPATK cukup baik pada nama-nama itu sehingga kita mempertimbangkan masukan yang ada,” tambahnya. (jpnn)
Tag :
nasional