Menurutnya, konflik ini semakin rumit karena terkait erat dengan arah dua kekuatan politik yang masih berseteru, yakni Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
“Lantaran haus kekuasaan, PPP akhirnya menjadi partai yang penuh konflik, yang jika tidak segera ada rekonsiliasi atau Islah, Partai Islam ini tengah menggali kuburnya sendiri,” ujar Andar di Jakarta pada Jumat (31/10).
Andar mengungkapkan sebagai partai lama, PPP dulu selama 25 tahun menjadi partai oposisi pemerintah dan tidak mendapat apa-apa.
Setelah reformasi hingga pemerintahan SBY-Boediono, lanjutnya, PPP menjadi partai pemerintah dan mendapat jatah kekuasaan di kementerian.
“Sekarang, ketika kubu SDA pilih KMP, kubu Romi tidak terima karena akan menjadikan PPP tidak mendapatkan kue kekuasaan. Tetapi, kubu Romi yang bergabung dengan KIH pun sebenarnya juga tidak dapat posisi apa-apa di kabinet Jokowi secara politik,” katanya.
Andar mengakui, memang ada kader PPP di kabinet Jokowi-JK, yakni Lukman Hakim Syafuddin sebagai Menteri Agama.
Tetapi, dia menilai terpilihnya Lukman Hakim menjadi menteri lebih karena pertimbangan profesionalitas Lukman daripada karena mewakili PPP.
“Sayangnya, ketika PPP versi kubu Rommy bergabung dengan KIH, mereka tidak mendapatkan posisi dan peran penting apa pun di parlemen karena KMP menyapu bersih pimpinan DPR, komisi dan alat kelengkapan DPR. Jadi, akibat konflik ini, PPP tampaknya tengah memainkan politik dua kaki, sekarang malah menjadi korban dari permainannya sendiri,” jelasnya.
Ketika ditanya, kubu mana yang sah, Andar mengatakan persoalan sah dan tidak sahnya menjadi isu politis. Meskipun Kemenkumham telah mengesahkan kubu Rommy, namun keputusan tersebut dinilai sangat politis.
“Menteri Hukum dan HAM menyatakan kubu Romi yang sah merupakan keputusan pemerintah yang politis karena menterinya berada dari PDI Perjuangan dan disinyaliri keputusan tersebut untuk memberikan suntikan kekuatan PPP di parlemen,” tuturnya.
Dampak politik dari konflik di tubuh PPP, lanjut Andar, membuat politik Indonesia semakin polutif dengan konflik dan memperbesar kegaduhan politik.
Sedangkan dampak sosialnya, rakyat semakin tidak percaya dengan lembaga politik karena elite
politiknya hanya sibuk memperebutkan kekuasaan.
“Mereka sibuk dengan dirinya sendiri, bukan berdebat memikirkan rakyat. Anak-anak kita juga akan kehilangan panutan dan teladan kepemimpinan,” tandasnya.
Untuk mengakhiri konflik ini, menurut Andar, kader-kader PPP perlu kembali ke konstitusi partai seperti AD dan ART partai.
Selain itu, lanjutnya, Majelis Syariah partai dapat menjadi penengah dari dua kubu eksekutif PPP yang berseteru.
“Sebelum Pilpres dua kubu yang sama pernah Islah di depan sesepuh dan ketua Majelis Syariah Kyai Maimun Zubair. Langkah ini juga dapat dilakukan untuk melakukan rekonsiliasi,” pungkasnya.(berita1)
Tag :
politik