Wakil Ketua DPR : Tindakan Yang Dilakukan KIH Adalah Makar

Abadijaya News : Koalisi Merah Putih berhasil menyapu bersih jajaran pimpinan mulai dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, hingga alat kelengkapan dewan.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Kamis 30 Oktober 2014, mengatakan pembagian kursi pimpinan di parlemen sudah sesuai dengan aturan dan Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

"Kita kan nggak bisa punya hak menyatakan mosi tidak percaya. Kita hanya punya hak menyatakan pendapat," ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta.

Tindakan yang dilakukan Koalisi Indonesia Hebat dengan membentuk DPR tandingan, menurutnya, hal itu adalah tindakan makar dan ilegal. "Ini bisa dibilang makar. Bisa dibilang contempt of parliament. Ilegal dan makar," jelas dia.

Politisi Partai Gerindra itu menilai apa yang dilakukan oleh Koalisi Indonesia Hebat adalah bentuk ketidakdewasaan berpolitik.

"Justru mereka yang nggak bisa move on. Pimpinan hanya mengatur lalu lintas saja, kok repot. Kenapa mereka nggak mau menyerahkan susunan anggotanya. Katanya ada di kantong, kantong yang mana," ujar Fadli.

Terkait kekisruhan ini, Fadli berpendapat tidak perlu ada mediasi yang dilakukan. "Cukup mereka menyerahkan nama-nama (anggota komisi dan alat kelengkapan dewan) maka masalah selesai," tegas dia.

Perppu

Dalam konferensi pers yang digelar kemarin, Koalisi Indonesia Hebat meminta Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Undang-Undang MD3.

Fadli menilai, permintaan koalisi pendukung Jokowi-Jusuf Kalla adalah hal yang konyol sebab Perppu itu tidak mendesak untuk dibentuk. "Saya tantang Jokowi berani atau nggak (terbitkan Perppu). Kalau semena-mena begitu, bisa bubar negara ini," ungkap dia.

Soal permintaan Koalisi Indonesia Hebat yang menginginkan jatah 16 kursi pimpinan di alat kelengkapan dewan, Fadli menyatakan sebagai pimpinan DPR, dia tidak bisa mengabulkan hal itu. Alasannya, proses pemilihan pimpinan di komisi dan alat kelengkapan dewan adalah hak masing-masing anggota komisi.

"Mereka masuk dulu jadi anggota komisi, kemudian ditayangkan di Paripurna dan disahkan. Masalahnya mereka nggak mau mengajukan paket, karena mereka tahu bakal kalah. Jadi ini soal jabatan, siapa yang sebenarnya haus jabatan," kata dia.(viva)
pageads
Tag : Parlemen