“Dalam Pasal 14 Ayat (13) Anggaran untuk
Subsidi Energi yang merupakan bagian dari Program Pengelolaan Subsidi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan
realisasi pada tahun Anggaran Berjalan berdasarkan Realisasi Harga
Minyak Mentah (ICP) dan Nilai Tukar Rupiah,” kata Fernita, di Jakarta,
Selasa (18/9).
Apalagi lanjutnya, saat ini harga minyak
mentah dunia jatuh, bahkan telah berada dibawah 80 US$ per barel. Dengan
demikian tidak ada alasan bagi pemerintah Jokowi Menaikkan harga BBM.
“Kewajiban pemerintah Jokowi-JK meminta
persetujuan DPR jika menaikkan harga BBM kembali diatur dalam UU Nomor
27 Tahun 2014 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2015,” jelasnya.
Menurut Fernita, dalam Pasal 13 ayat (3)
Anggaran untuk subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Anggaran untuk
subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan
kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan perubahan
parameter dan/atau realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar
rupiah.
“Ayat (4) berisi dalam hal perubahan
parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa perubahan volume
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, Pemerintah membahas perubahan
tersebut dengan komisi terkait di DPR RI untuk mendapatkan persetujuan,”
tegasnya.
Maka tidak heran kata Fernita, banyak
pihak menyebut keputusan Jokowi menaikkan harga BBM seolah “kesurupan”
selepas kunjungannya ke luar negeri menghadiri pertemuan APEC CEO
Summit, ASEAN Summit, dan G20 Summit, ditenggarai merupakan hasil
deal-deal Jokowi dengan perusahaan Multinasional dan Negara maju yang
mendesak Liberalsasi Migas.
"Keputusan Jokowi yang menaikkan harga
Premium menjadi Rp 8.500 dan Solar menjadi Rp 7.500 adalah kebijakan
ilegal dan Jokowi dapat di-impeach. Intinya kalau Jokowi bisa menaikan
harga BBM Rp 2000 per liternya, rakyat tentunya bisa menurunkan Jokowi
dalam 2 bulan. Untuk itu PPP akan menggalang seluruh unsur elemen
masyarakat untuk menurunkan Jokowi,” pungkasnya.(jpnn)
Tag :
Parlemen