"Ya, kabarnya kan untuk Tol Laut ini harus membeli 500 kapal dari China, ini kan sudah asing yang diuntungkan. Industri kapal kita tidak diberdayakan," ujar Ketua Archipelago Soladirity DR Angelina Pattiasina dalam seminar “Menyingkap Kepentingan Asing Pada Proyek Tol Laut”, di Jakarta, Rabu (17/12/2014).
Kalau memang sudah ada kontrak pembelian kapal secara besar-besaran itu sudah dilakukan, maka jelas sudah merupakan biaya tinggi.
Menurut dia, Tol Laut juga tidak banyak memberdayakan pelayaran-pelayaran kecil, yang semestinya dialakkan kalau Presiden Jokowi mengutamakan pembangunan maritim. Tol laut jelas urusan bisnis besar, angkutan kapal-kapal besar, sehingga yang mendapat keuntungan, selain asing juga pemain-pemain besar.
"Ini semua karena kurang jelasnya konsep Poros Maritim yang didengungkan Jokowi. Kalau memang membanun maritim, harusnya untuk masyarakat yang bersinggungan langsun dengan laut bisa mendapat keuntungan besar, termasuk kapal-kapal rakyat ke pelosok-pelosok dan pulau-pulau kecil," ujarnya.
Konsep poros maritim itu harus benar-benar jelas, yakni pembangunan kelautan yang memberdayakan dan menguntungkan kepentin Indonesia dan rakyat banyak, bukan untuk asing dan bisnis besar saja. "Kalau tol laut dengan konsep seperti yang akan dikerjakan pemerintah, itu akan berdampak besar, yakni bukan lagi sebagai pemersatu bangsa, tapi pemecah belah bangsa," tegasnya.
Angelina menegaskan, lebih baik Poros Maritim itu mengangkat kembali kejayaan masa lalu, yang di sana menghidupkan pelayaran rakyat di berbagai pulau, dengan topangan utama adalah jalur rempah.
"Jalur rempah sudah terbukti sampai Eropa, rakyat banyak juga terlibat," ujarnya.
Pakar kelautan/maritim DR Chandra Motik menyatakan, dulu zaman KSAL Benard Ken Sondakh sudah sering menenggelamkan kapal asing (pencuri ikan, red), tapi tidak dikoar-koarkan. "Sudah sering, tuh tenggalamin kapal, tapi tidak ribut, biasa saja," ujarnya.
Menurutnya, konsep maritim itu harusnya dicermati, harus dibedakan dengan kelautan. Kalau maritim hanya yang dipermukaan, sperti kapal-kapal, dan angkutan laut. Sedangkan maritim, itu kelautan, selain yang di permukaan juga yg di dalam dan bawah laut (ikan dan tambang).
Motik mennegaskan, sekaran ini ada Kementerian maritim ternyata tidak ada, yan urusan maritim hanya ada di Kementerian Perhubungan, yang kewenangan dan kekuasaannya kecil, yakni di Dirjen Perhubungan Laut. "Aneh, ada Menko Maritim, tapi kementerian maritim tidak ada," ujarnya.
Ia juga menyoroti dalam program Nawa Cita Presiden Jokowi, salajh satunya mengadopsi Trisakti Bung Karno, yaitu kemandirian di bidang ekonomi. "Tapi, kapal-kapal kok beli semua, harusnya berdyakan industri perkapalan kita. Saya yakin bisa kok," ujarnya.
Menanggapi berbagai masukan itu, politisi PDIP Adang Ruchyatna menyatakan, kesimpulan diskusi ini harus disampaikan kepada Presiden, agar Jokowi tidak terlalu asyik melihat kiprah Menteri Kalautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. "Mohon disampaikan kepada Presiden, agar kebijakan-kebijakannya diimplementasikan dengan benar, tidak ngawur. Ini kan demi negara, untuk kita semua," ujarnya(pr)
Tag :
Kabinet