KPK Tidak Kompak Tentang Status Boediono

Abadijaya News: Entah apa yang terjadi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemarin (Kamis, 4/12) hanya dalam beberapa jam terjadi silang pendapat di antara para petingginya mengenai status mantan Gubernur BI Boediono.

Kekisruhan dipicu pernyataan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja saat berbicara di depan anggota DPRD Riau di Pakanbaru.

Kata Adnan Pandu, Boediono yang juga mantan Wakil Presiden sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus danatalangan Bank Century.

Pernyataan Adnan Pandu ini segera dibantah oleh sesama rekannya di KPK. Mulai dari Bambang Widjajanto, Busyro Muqaddas hingga Jurubicara KPK Johan Budi SP. Intinya: tidak ada perkembangan baru dalam megaskandal ini.Kata Johan Budi, Adnan Pandu hanya mengalami keselo lidah saat menyampaikan pernyataan itu. Benarkah?

Terlepas dari apa yang sesungguhnya terjadi di kalangan pimpinan KPK, setidaknya insiden ini membawa kembali ingatan pada kasus penting itu.

Nama Boediono serta Sri Mulyani memang kerap disebut sebagai pihak yang paling bertanggung jawab di balik keputuan mencairkan suntikan senilai Rp 6,7 triliun untuk bank yang kini telah berganti nama menjadi Bank Mutiara.

Boediono yang ketika kasus ini terjadi pada bulan November 2008 adalah Gubernur BI dinilai sebagai sosok yang paling menentukan dan  paling ngotot mengusulkan agar Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang secara ex officio dipimpin Menkeu Sri Mulyani. Boediono memaksakan kehendak agar status Bank Century ditingkatkan menjadi "Bank Gagal Berdampak Sistemik".

Dia pun mengusulkan pengucuran  dana talangan sebesar Rp 632 miliar untuk mendongkrak rasio kecukupan modal bank itu.

Usul dan sikap ngotot Boediono ini terekam dalam notulensi rapat konsultasi yang digelar mendahului Rapat KSSK yakni  menjelang tengah malam tanggal 20 November 2008.

Di dalam rapat itu hadir sejumlah pejabat otoritas keuangan Indonesia.

Sebelum meminta status Bank Century dinaikkan, Boediono dalam rapat terpisah di BI lebih dahulu menetapkan Bank Century sebagai "Bank Gagal yang Ditengarai Berdampak Sistemik".

Ekonom Drajad Wibowo, mantan anggota DPR yang kini adalah Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) pernah membagi kasus ini ke dalam tiga etape.

Pertama, dan merupakan etape yang paling panjang, terjadi sejak Bank Pikko, Bank Danpac dan Bank CIC dimerger menjadi Bank Century bulan Desember 2004 hinga 20 November 2008 ketika Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan menetapkan Bank Century sebagai "Bank Gagal yang Ditengarai Berdampak Sistemik".

Keputusan BI di tahun 2004 menggabungkan ketiga bank itu dianggap aneh dan terkesan dipaksakan. Keanehan itu semakin nampak jelas setelah pada akhir Februari 2005, atau sekitar dua bulan setelah Bank Century didirikan, rasio kecukupan modal atau CAR bank itu terjun bebas ke titik negatif 132,5 persen. Seharusnya, Bank Indonesia ketika itu memasukkan Bank Century ke dalam kategori pengawasan khusus. Tetapi pada kenyataannya Bank Century hanya dimasukkan ke dalam kategori pengawasan intensif.

Etape yang panjang ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab BI.

Nah, Boediono yang menjadi Gubernur BI sejak Mei 2008 juga memainkan peranan yang signifikan.

Boediono telah menduduki kursi Gubernur BI sekitar lima bulan saat Bank Century mengajukan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) sebesar Rp 1 triliun tanggal 30 Oktober 2008.Ketika itu CAR Bank Century hanya sebesar positif 2,35 persen, sementara syarat untuk memperoleh FPJP seperti tercantum dalam Peraturan BI 10/26/PBI/2008, yakni sebesar positif 8 persen. Setengah bulan kemudian, BI pun mengubah mengubah persyaratan untuk mendapatkan FPJP menjadi "positif" saja.

Tetapi, sesunggunya hanya sehari setelah Bank Century mengajukan permintaan FPJP, atau tanggal 31 Oktober 2008, CAR bank itu kembali turun di bawah titik nol, yakni sebesar negatif 3,53 persen.

Etape kedua dari skandal ini, yang merupakan etape paling singkat, hanya terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, yakni dari malam hari tanggal 20 November 2008 saat Dewan Gubernur BI menggelar rapat untuk membahas status bagi Bank Century, sampai dinihari tanggal 21 November 2008 setelah Menkeu Sri Mulyani sebagai Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) menyetujui status Bank Century sebagai "Bank Gagal yang Berdampak Sistemik".

Dalam etape ini, tanggung jawab berada di pundak Menkeu Sri Mulyani. Tetapi dari dinamika forum yang tergambar dalam notulen Rapat KSSK dapat diketahui bahwa Boediono pun memainkan peranan yang tidak kecil. Pertama, dia adalah pihak yang mengusulkan status itu, dan kedua dia bersikeras dan menyanggah semua keberatan dan pertimbangan yang disampaikan peserta Rapat KSSK.

Sementara etape ketiga terjadi antara tangal 21 November 2008 sampai tanggal 24 Juli 2009, saat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengucurkan dana talangan terakhir untuk Bank Century, dan menggenapkan bailout untuk Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.(rmol)


pageads
Tag : Hukum