Pemerintahan Jokowi, Rupiah Ambruk Menyentuh Rekor Terburuk

Abadijaya News: Desember tak seceria yang dibayangkan, khususnya terhadap mobilitas rupiah. Hingga berakhirnya perdagangan Kamis, 4 Desember 2014, nilai tukar rupiah masih tertekan terhadap dolar AS dengan tembus ke level Rp12.318.

Tercatat, selama empat hari terakhir sejak awal bulan ini, dolar AS mampu menginjak rupiah ke titik terendah. Bahkan, laju rupiah kemarin nyaris menyentuh rekor terburuknya dalam enam tahun terakhir, yakni pada level Rp12.330 per dolar AS, terjadi pada 24 November 2008 lalu.

Berdasarkan pantauan dari data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah membuka bulan Desember (1 Desember 2014) dengan penurunan ke level Rp12.264 per dolar AS dari penutupan perdagangan Jumat, 28 November 2014 di Rp12.196 per dolar AS.

Pelemahan pun terus berlanjut pada perdagangan berikutnya, antara lain Rp12.276 per dolar AS (2 Desember 2014), Rp12.295 per dolar AS (3 Desember 2014) dan kemarin semakin curam dengan turun sebesar 23 poin atau 0,19 persen.

Namun, rupiah sempat memberikan harapan sesaat. Pada 10 Juli 2014, sempat menguat hingga 46 poin menjadi Rp11.549 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya atau sehari sebelum pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden yang mencapai Rp11.695 per dolar AS.

Kemudian, penguatan tertinggi terjadi pada tanggal 18 Juli 2014. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melompat naik ke level Rp11.706. Ini, menguat tiga poin dibandingkan perdagangan sehari sebelumnya, di level Rp11.709 per dolar AS.

Sayangnya, kekuatan rupiah seakan tak mampu membendung tekanan dolar AS. Memasuki bulan Agustus, rupiah justru terus merosot dan berada di level Rp11.822 pada 8 Agustus 2014.

Meskipun sentimen positif di bulan tersebut datang dengan kemenangan pasangan Jokowi-JK pada sidang gugatan sengketa Pilpres di MK, tetapi hanyalah bersifat sementara.

Memprihatinkan, nilai tukar rupiah pun kembali tiarap. Sepanjang bulan Agustus, pergerakan rupiah masih berada di atas level Rp11.700-an.

September tembus Rp12 ribu
Bukannya membaik, rupiah malah terus melanjutkan pelemahannya seiring dengan pergerakan dolar AS yang masih terapresiasi. Rupiah pun akhirnya menembus ke level Rp12.007 pada perdagangan Jumat, 26 September 2014.

Kondisi tersebut makin diperparah, setelah dua hari berikutnya pada 30 September 2014, rupiah berakhir di level Rp12.212.

Senada dengan September, minimnya sentimen positif dari dalam negeri kembali menambah kelam perjalanan rupiah di bulan Oktober yang terlihat betah bergerak di kisaran Rp12 ribuan.

Sebagai catatan, sepanjang Oktober, rupiah sempat mengalami kenaikan tertinggi di level Rp12.241 per dolar AS pada 8 Oktober 2014. Sedangkan, level terlemahnya di Rp11.993 per dolar AS pada 21 Oktober 2014.

Sementara untuk bulan November, angka terburuknya di level Rp12.206 per dolar AS pada 14 November 2014. Dan, rupiah mengalami penguatan terbesar pada 5 November 2014 di level Rp12.092 per dolar AS.

Data ekspor memburuk
Pengamat Ekonomi, Arman Boy Manullang mengatakan kepada VIVAnews, Kamis 4 Desember 2014, data ekspor Indonesia yang masih terus memburuk hingga saat ini memberikan sentimen negatif dari dalam negeri terhadap melemahnya rupiah.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca ekspor Indonesia bulan Oktober sebesar US$15,35 miliar menunjukkan penurunan 2,21 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013, yang mencapai US$15,70 miliar.

Sebelumnya, Kepala BPS, Suryamin menyatakan bahwa penurunan ekspor terjadi pada sektor minyak dan gas (migas) maupun non migas.

Seperti diketahui, ekspor migas Oktober 2014 turun 5,84 persen jadi US$2,47 miliar dibandingkan September 2014 sebesar US$2,62 miliar. Non migas naik 1,80 persen jadi US$12,88 miliar dibandingkan September 2014.

Dan total ekspor secara keseluruhan periode Januari-Oktober 2014 sebesar US$148,06 miliar atau turun 1,06% secara year on year (yoy).

"Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga sudah menyebabkan naiknya biaya produksi, sementara permintaan ekspor masih belum membaik," terang Arman.

Selain itu, katanya, dengan indikator inflasi yang masih berada di level tinggi dan dipastikan akan melewati target hingga akhir tahun, turut memberikan warna merah pada mobilitas rupiah.

Oleh karena itu, dia menekankan, dari faktor-faktor tersebut, memberikan gambaran proyeksi perekonomian Indonesia ke depan masih kurang baik, sehingga menghambat rupiah untuk bergerak menguat.(vv)





pageads
Tag : ekbis