"Jokowi
membutuhkan SBY untuk memperkuat Koalisi Indonesia Hebat (KIH),
sementara SBY membutuh Jokowi untuk memberikan perlindungan politik
maupun hukum kepada dirinya maupun keluarganya,” ujar Budyatna, Jakarta,
Selasa (9/12).
Alasan SBY merapat ke Jokowi
dan KIH karena Perppu Pilkada, menurut Budyatna, adalah sangat
mengada-ada karena lahirnya UU Pilkada yang melahirkan aturan pilkada
dipilih DPRD justru usulan SBY sendiri ketika berkuasa.
“UU
Pilkada itu kan usulan pemerintah. Pemerintah saat itu SBY. Masak
sekarang mereka menolak hal itu? Kenapa ketika paripurna Mendagri saat
itu Gamawan Fauzi menerimanya? Selama pembahasan usulan UU dari
pemerintah itu, perwakilan pemerintah juga hadir. Jadi aneh kalau SBY
sekarang berlagak menolak UU Pemilukada dan mendukung Perppu,” paparnya.
Saat
ini, baik Jokowi maupun SBY sedang dalam posisi tidak aman, sehingga
mereka harus bekerja sama. Jokowi sebagai presiden posisinya sangat
terancam dengan keberadaan KMP dan kalau berhasil menarik Partai
Demokrat, maka posisi Jokowi akan lebih aman secara politik.
“Demikian
juga SBY, posisinya sebagai ketua umum Partai Demokrat juga mulai
terancam. Sudah mulai ada kader yang sudah menyinggung-nyinggung jabatan
ketua umum yang dimiliki SBY saat ini dan juga keluarganya yang
menguasai Partai Demokrat. Terlebih Sekjen Partai Demokrat yang juga
putranya, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas dalam berbagai kasus korupsi
juga selalu disebut namanya. Dia perlu perlindungan sudah pasti.Jadi
tidak ada kepentingan rakyat yang dibawa, hanya kepentingan pribadi,”
imbuhnya.
SBY nampaknya juga khawatir kalau
dirinya bertahan di KMP, Partai Demokrat dan dirinya akan mengalami
nasib seperti PPP dan Partai Golkar dan para ketua umumnya yang
terpecah. SBY, kata Budyatna mungkin berpikir, daripada lawan politiknya
di internal Partai Demokrat yang merapat ke KIH dan Jokowi, lebih baik
dirinya saja yang merapat.
“SBY kan lihat
bagaimana PPP dan Golkar diacak-acak sama pemerintah dan lawan-lawan
politik pemerintah di tubuh kedua partai itu dipersulit dengan munculnya
pengurus-pengurus tandingan. Daripada yang merapat orang lain, maka SBY
nampaknya berpikir kenapa bukan saya saja yang merapat sehingga dia
berharap dengan dukungan KIH dan Jokowi, posisinya aman,” imbuhnya.
Selain
itu, Jokowi dan SBY juga memiliki kesamaan lain. Mereka bukanlah sosok
pemilik partai seperti Megawati di PDIP dan juga Prabowo Subianto di
Partai Gerindra. Kedua sosok itu hanyalah anak kos di partainya sehingga
posisinya menjadi tidak aman.
“SBY seperti
diketahui bukanlan pendiri Partai Demokrat, begitu juga Jokowi di PDIP.
Mereka menggunakan partai hanya untuk mencapai tujuan menjadi presiden
meski merekalah yang membesarkan partai. Yang berdarah-darah dan
berjuang untuk partai bukanlah kedua orang itu, tapi kader-kader
lainnya.Dengan kesamaan ini maka ada chemistri antara keduanya,”
imbuhnya.
Jokowi sendiri nampaknya perlu
belajar dari SBY bagaimana mengambil alih partai yang tidak didirikannya
dan menguasai partai tersebut.”Jadi PDIP dan Megawati juga harus
hati-hati, satu saat Jokowi bisa mengambil alih PDIP seperti SBY
mengklaim dirinya yang mendirikan Partai Demokrat. Trah Soekarno bisa
diruntuhkan. Kalau Jokowi bisa mengacak-acak Partai Golkar, kenapa PDIP
berpikir, dia tidak bisa mengacak-acak PDIP?,” ujarnya heran.(akt)
Tag :
politik