Abadijaya News: Kenginan untuk kembali menghidupkan pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam revisi KUHP merupakan bentuk ketidakpatuhan Presiden Jokowi terhadap konsitusi.
Demikian disampaikan Ketua Setara Institute Hendardi kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu (Senin, 3/7).
Sebab, menurut Hendardi, pasal serupa sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi pada Desember 2006 lalu.
"Norma yang sudah dibatalkan MK tidak boleh lagi dipungut menjadi norma dalam sebuah undang-undang baru," tegasnya.
Jika Presiden Jokowi memaksakan diri mengegolkan pasal tersebut untuk disahkan DPR menjadi KUHP, kata Hendardi, maka hal itu dapat dianggap sebagai penyelundupan hukum sekaligus pelanggaran terhadap Konstitusi RI.
"Presiden Jokowi, sekali lagi menunjukkan ketidakpahamannya terhadap praktik ketatanegaraan Indonesia," tukasnya.
Sebab, menurut Hendardi, pasal serupa sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi pada Desember 2006 lalu.
"Norma yang sudah dibatalkan MK tidak boleh lagi dipungut menjadi norma dalam sebuah undang-undang baru," tegasnya.
Jika Presiden Jokowi memaksakan diri mengegolkan pasal tersebut untuk disahkan DPR menjadi KUHP, kata Hendardi, maka hal itu dapat dianggap sebagai penyelundupan hukum sekaligus pelanggaran terhadap Konstitusi RI.
"Presiden Jokowi, sekali lagi menunjukkan ketidakpahamannya terhadap praktik ketatanegaraan Indonesia," tukasnya.
Tag :
politik