Ada gelagat Menteri ESDM Sudirman Said akan memperpanjang izin ekspor konsentrat kepada Freeport. Jika itu terjadi maka untuk ketiga kalinya pemerintahan Jokowi memberikan izin ekspor konsentrat kepada Freeport.
"Tidak masuk akal melihat begitu mudahnya pemerintah berkali-kali mengeluarkan perpanjangan izin ekspor konsentrat kepada Freeport. Seharusnya perpanjangan izin diberikan cukup hanya 1 atau 2 kali saja. Kalau sampai melebihi 2 kali namanya bukan lagi perpanjangan, tetapi sikap tidak berdaya pemerintah di hadapan Freeport," kata Sekretaris Jenderal Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya'roni, kepada redaksi (Minggu, 24/1).
Izin pertama diberikan pemerintahan Jokowi kepada Freeport pada 26 Januari 2015, dan izin kedua pada 29 Juli 2015. Sementara izin kedua akan berakhir pada 25 Januari 2016. Jika digabungkan dengan izin yang diberikan semasa pemerintahan SBY, Freeport sudah mengantongi izin yang keempat kali. Pemerintahan SBY pernah memberikan izin yaitu pada 25 Juli 2014.
Mestinya, sebut Sya'roni, Presiden Jokowi mencermati bahwa larangan ekspor konsentrat merupakan amanat UU 4/2009 dan PP 1/2014. Jika pemerintah terus-terusan bersifat lunak kepada Freeport maka bisa diartikan pemerintah yang tidak menghargai peraturan hukum di negeri sendiri.
Dia menjelaskan UU 4/2009 sudah sangat jelas memerintahkan terhitung sejak 5 tahun diundangkan tidak boleh lagi ada aktivitas ekspor konsentrat. Bagi perusahaan tambang diwajibkan untuk membangun smelter. Namun sangat disayangkan perintah UU tersebut diremehkan oleh Freeport, terbukti hingga sekarang progres pembangunan smelternya baru mencapai 14 persen.
"Sikap tidak taat Freeport mestinya mendapatkan hukuman tegas dari pemerintah yaitu dengan tidak lagi memperpanjang izin ekspor konsentrat. Lihat saja ketika pemerintah pada Juli 2015 menunda 2 hari perpanjangan izin ekspor, harga saham Freeport Mc Moran Inc di bursa Amerika Serikat langsung menukik tajam dan nilai kapitalisasi Freeport anjlok hingga 2,9 miliar dollar AS atau setara dengan Rp. 39,11 triliun," paparnya.
Dikatakan lebih lanjut oleh Sya'roni, tidak terbayangkan jika pemerintahan Jokowi berani tidak memperpanjang izin ekspor konsentrat Freeport. Bisa diprediksi harga saham dan nilai kapitalisasi Freeport akan melorot sangat tajam. Dan hal ini terjadi maka pemerintah tidak perlu lagi repot-repot mencari dana 1,7 milliar dollar AS untuk membeli 10,64 persen saham Freeport.
"Hancurnya nilai kapitalisasi Freeport bisa dijadikan argumen pemerintah untuk menawar saham Freeport dengan harga yang lebih murah," demikian Sya'roni.(rmol)
"Tidak masuk akal melihat begitu mudahnya pemerintah berkali-kali mengeluarkan perpanjangan izin ekspor konsentrat kepada Freeport. Seharusnya perpanjangan izin diberikan cukup hanya 1 atau 2 kali saja. Kalau sampai melebihi 2 kali namanya bukan lagi perpanjangan, tetapi sikap tidak berdaya pemerintah di hadapan Freeport," kata Sekretaris Jenderal Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya'roni, kepada redaksi (Minggu, 24/1).
Izin pertama diberikan pemerintahan Jokowi kepada Freeport pada 26 Januari 2015, dan izin kedua pada 29 Juli 2015. Sementara izin kedua akan berakhir pada 25 Januari 2016. Jika digabungkan dengan izin yang diberikan semasa pemerintahan SBY, Freeport sudah mengantongi izin yang keempat kali. Pemerintahan SBY pernah memberikan izin yaitu pada 25 Juli 2014.
Mestinya, sebut Sya'roni, Presiden Jokowi mencermati bahwa larangan ekspor konsentrat merupakan amanat UU 4/2009 dan PP 1/2014. Jika pemerintah terus-terusan bersifat lunak kepada Freeport maka bisa diartikan pemerintah yang tidak menghargai peraturan hukum di negeri sendiri.
Dia menjelaskan UU 4/2009 sudah sangat jelas memerintahkan terhitung sejak 5 tahun diundangkan tidak boleh lagi ada aktivitas ekspor konsentrat. Bagi perusahaan tambang diwajibkan untuk membangun smelter. Namun sangat disayangkan perintah UU tersebut diremehkan oleh Freeport, terbukti hingga sekarang progres pembangunan smelternya baru mencapai 14 persen.
"Sikap tidak taat Freeport mestinya mendapatkan hukuman tegas dari pemerintah yaitu dengan tidak lagi memperpanjang izin ekspor konsentrat. Lihat saja ketika pemerintah pada Juli 2015 menunda 2 hari perpanjangan izin ekspor, harga saham Freeport Mc Moran Inc di bursa Amerika Serikat langsung menukik tajam dan nilai kapitalisasi Freeport anjlok hingga 2,9 miliar dollar AS atau setara dengan Rp. 39,11 triliun," paparnya.
Dikatakan lebih lanjut oleh Sya'roni, tidak terbayangkan jika pemerintahan Jokowi berani tidak memperpanjang izin ekspor konsentrat Freeport. Bisa diprediksi harga saham dan nilai kapitalisasi Freeport akan melorot sangat tajam. Dan hal ini terjadi maka pemerintah tidak perlu lagi repot-repot mencari dana 1,7 milliar dollar AS untuk membeli 10,64 persen saham Freeport.
"Hancurnya nilai kapitalisasi Freeport bisa dijadikan argumen pemerintah untuk menawar saham Freeport dengan harga yang lebih murah," demikian Sya'roni.(rmol)
Tag :
nasional