Populasi sapi di hampir seluruh wilayah di Nusa Tenggara Timur, mampu memenuhi kebutuhan daging sapi secara nasional. Walau demikian, para peternak enggan untuk mengirim sapi ke Jakarta, karena takut merugi menyusul adanya selisih harga yang cukup tinggi.
Bulan desember 2014 lalu, pemerintah Provinsi NTT dan DKI Jakarta, sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) di bidang ternak sapi. Namun MoU tersebut sepertinya akan sia-sia dikarenakan adanya selisih harga, yang dianggap peternak tidak membawa keuntungan.
Para peternak di Kupang lebih memilih untuk mengirimkan sapi ke kalimantan dan Surabaya, karena harga pembelian sapi di kedua daerah tersebut cukup tinggi, di banding DKI Jakarta. Akibatnya, kapal Camara Nusantara 1, yang telah disiapkan pemerintah, untuk mengangkut sapi dari NTT ke Jakarta, terpaksa dua kali kembali ke Jakarta dengan tidak membawa ternak sapi, alias kosong.
Menurut salah satu peternak sapi, Buce Frans, mereka tidak menjual sapi ke Jakarta karena belum adanya kesepakatan tentang harga dan lain-lain.
"Kapal Camara Nusantara akan ditarik dari peredaran di NTT, karena pengusaha di NTT tidak mampu untuk mensuplai sapi. Jadi begini, kita waktu itu kapal kembali kosong karena belum ada kesepakatan tentang harga dan lain-lain," katanya, Minggu (24/1).
Buce menambahkan, pemerintah pusat bisa mengkaji ulang harga pembelian sapi hidup, untuk dipasok ke Jakarta dengan harga minimal Rp 40.000 per kilogramnya. Karena jika harga tetap seperti saat ini, maka para peternak merasa rugi, dan lebih memilih mengirimkan sapi ke kalimantan dan subaraya.
"Tentang mekanisme atau pola pengurusan sapi, Jakarta harus belajar. Itu sebabnya dari segi hitugan atau kalkulasi itu tidak cocok, makanya waktu trip kedua kita tidak mau isi di kapal," ungkap Buce.
Untuk diketahui, dalam sebulan peternak di Kupang mampu mamasok sapi hidup sebanyak 500 hingga 600 ekor ke Jakarta melalui Surabaya, menggunakan kapal barang karena harga muat di kapal barang lebih dibandingkan dengan kapal Camara Nusantara 1 yang disubsidi negara itu.(mdk)
Bulan desember 2014 lalu, pemerintah Provinsi NTT dan DKI Jakarta, sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) di bidang ternak sapi. Namun MoU tersebut sepertinya akan sia-sia dikarenakan adanya selisih harga, yang dianggap peternak tidak membawa keuntungan.
Para peternak di Kupang lebih memilih untuk mengirimkan sapi ke kalimantan dan Surabaya, karena harga pembelian sapi di kedua daerah tersebut cukup tinggi, di banding DKI Jakarta. Akibatnya, kapal Camara Nusantara 1, yang telah disiapkan pemerintah, untuk mengangkut sapi dari NTT ke Jakarta, terpaksa dua kali kembali ke Jakarta dengan tidak membawa ternak sapi, alias kosong.
Menurut salah satu peternak sapi, Buce Frans, mereka tidak menjual sapi ke Jakarta karena belum adanya kesepakatan tentang harga dan lain-lain.
"Kapal Camara Nusantara akan ditarik dari peredaran di NTT, karena pengusaha di NTT tidak mampu untuk mensuplai sapi. Jadi begini, kita waktu itu kapal kembali kosong karena belum ada kesepakatan tentang harga dan lain-lain," katanya, Minggu (24/1).
Buce menambahkan, pemerintah pusat bisa mengkaji ulang harga pembelian sapi hidup, untuk dipasok ke Jakarta dengan harga minimal Rp 40.000 per kilogramnya. Karena jika harga tetap seperti saat ini, maka para peternak merasa rugi, dan lebih memilih mengirimkan sapi ke kalimantan dan subaraya.
"Tentang mekanisme atau pola pengurusan sapi, Jakarta harus belajar. Itu sebabnya dari segi hitugan atau kalkulasi itu tidak cocok, makanya waktu trip kedua kita tidak mau isi di kapal," ungkap Buce.
Untuk diketahui, dalam sebulan peternak di Kupang mampu mamasok sapi hidup sebanyak 500 hingga 600 ekor ke Jakarta melalui Surabaya, menggunakan kapal barang karena harga muat di kapal barang lebih dibandingkan dengan kapal Camara Nusantara 1 yang disubsidi negara itu.(mdk)
Tag :
nasional