Staf Khusus AHOK Ternyata Masih Kerabat Bos Agung Sedayu Group

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera menangkap staf khusus Gubernur DKI Jakarta Ahok, Sunny Tanuwidjaja. Desakan tersebut disampaikan Jurubicara 98 Indonesia Tolak Reklamasi Teluk Jakarta, Agung W Hadi, Selasa (05/04/2018). 
 
98 Indonesia merupakan Sekretariat Bersama (Sekber) eksponen kiri Gerakan 98 antara lain dari Forkot, Frontjak, Famred, Forbes, Kamtri, KB-UI, dan Frontkot. "Kami meyakini Sunny tahu banyak terkait keluarnya izin reklamasi oleh Ahok," kata Agung.


Agung mengungkapkan, KPK telah menangkap pihak pengembang dan anggota legislatif, sementara eksekutif dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta yang dinahkodai oleh Ahok sebagai pemberi izin proyek reklamasi Teluk Jakarta belum diusut. Sementara Sunny Tanuwidjaja, lanjut Agung, menjadi saksi kunci untuk menuntaskan skandal reklamasi Teluk Jakarta. 
 
Diketahui Sunny adalah peneliti senior CSIS. Selain pendiri dan direktur eksekutif Center For Democracy and Transparency (CDT) yang kini berkantor di Balaikota DKI, Sunny kini tercatat sebagai staf khusus Gubernur Ahok, alias Zhong Wan Xie. 
 
Sunny juga masih kerabat Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan yang kini dicekal pihak imigrasi atas permintaan KPK. Ia disebut-sebut jadi penghubung antara Ahok dengan pengusaha dan Ahok dengan dewan. "Kami mendesak KPK menuntaskan skandal reklamasi Teluk Jakarta sampai ke akar-akarnya," imbuh Agung lagi.
 
Sementara itu Jim Lomen, Sekjend PMKRI 2000-2002 dan aktivis 98 KAMTRI, menegaskan bahwa penangkapan Sunny harga mati untuk KPK. 
 
"Sunny dan Ahok jangan bersembunyi di balik tagline BTP (Bersih, Transparan, Profesional) untuk memuluskan niat jahat merugikan masyarakat, dan ingin menciptakan Hongkong baru di Indonesia," tandasnya. 
 
Sebelumnya, pengacara Sanusi, Krisna Murti, mengatakan ada keterlibatan orang dekat Ahok terkait kasus dugaan suap yang menjerat Sanusi.
 
"Betul ada keterlibatan. Kalau nggak salah ipar. Kental banget dengan Ahok. Dia yang atur perjalanan, istilahnya korlap-lah antara eksekutif dengan pengusaha, dengan dirut APL itu. Jadi penghubungnya ini si Sunny. Dia yang mengatur mereka berdua," katanya.
 
Krisna Murti juga menuding Sunny yang mengatur pertemuan dengan Sanusi, sebelum akhirnya dibekuk KPK dalam operasi tangkap tangan. "Setelah mateng, Suny juga yang mengatur pertemuan dengan dewan. Jadi bang Uci (M. Sanusi)diajak-ajaklah," kata dia.
 
Sementara itu, Ahok membantah kabar bila Sunny adalah adik Iparnya.  "Nggak ada hubungan saudara. Sunny itu nggak beda dengan anak magang. Dia ikut saya itu karena dia mau selesaikan disertasi doktornya," kata Ahok. 
 
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta pada Kamis (31/3/3016) malam. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro yang juga diciduk polisi tak lama kemudian.
 
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang itu kemudian ditetapkan menjadi tersangka terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
 
Pembahasan raperda sempat mandeg. Diduga, karena pengembang enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu merupakan salah satu poin dalam Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.
 
Perusahaan-perusahaan itu disinyalir ngotot menginginkan hanya lima persen dari NJOP. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara pengembang dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum raperda disahkan menjadi perda.
 
KPK masih mendalami kasus tersebut. Semua yang dinilai punya kaitan akan diperiksa. Bos PT. Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri.
 
Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
 
‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda sebagai tersangka pemberi suap dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat(1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP‎.(SI)


pageads
Tag : Hukum

Related Post: