Kapolda Jatim Minta Gubernur Larang HTI, Cegah Ideologi Radikalisme

Kepala Polisi Daerah Jawa Timur (Kapolda Jatim), Irjen (Pol) Drs. Anton Setiadi, meminta Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, untuk segera menerbitkan peraturan daerah (Perda) tentang pelarangan organisasi massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Upaya ini dilakukan untuk mencegah peningkatan ideologi radikalisme di masyarakat, karena ada upaya HTI membentuk pemerintahan berbasis khilafah di Indonesia.

“Ini karena dasar keormasan HTI sendiri, tidak mengakui Pancasila. Pemerintah jangan ragu-ragu mengambil sikap tegas jika tidak ingin ada embrio radikalisme,” ujar Irjen Pol Anton Setiadi kepada wartawan usai mengisi diskusi bertemakan; ‘Peran Polri dalam Menangkal Radikalisme’ di Twin Tower Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Rabu (7/9).


Anton lebih lanjut menjelaskan, selain menunggu proses pengajuan penyusunan Perda larangan tersebut, Polda dan Kejaksaan sudah mendalami dan menganalisis kasus radikalisme yang bisa mengancam NKRI.

“Sejak kasus Bondowoso (dan Jombang) beberapa waktu yang lalu keberadaan HIT di Jatim sudah kami sampaikan ke Gubernur. Ini akan melibatkan pemerintah daerah. Bila Perda itu sudah ada, maka seluruh kegiatan HTI akan dilarang. Kami ingin Jatim berani mengawalinya,” tandas dia.

Sementara itu Rektor UINSA Prof Abdul A'la, yang dimintai pendapatnya menyatakan secara tegas, bahwa terkait adanya ormas HTI yang mulai menelisik ke komunitas kampus-kampus, pihaknya akan melarang. Segala kegiatan yang bertentangan dengan ajaran keagamaan di UIN, kita pastikan dilarang.

“Organisasi HTI di kampus UINSA ini merupakan organisasi ekstra atau di luar kampus. Meski begitu jika itu bertentangan tentu akan kami tindak lanjuti dengan pelarangan,” ujar Rektor sambil membenarkan, sebaiknya Gubernur Jatim mengambil sikap tegas agar kelak tidak berkembang runyam.

Menanggapi pernyataan Kapolda Jatim tentang perlu segeranya diterbitkan perda larangan atas keberadaan HTI tersebut, Humas HTI Cabang Jatim, Rif’an Wahyuni yang dikonfirmasi terpisah berharap mengajak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk duduk bersama, mendiskusikan keberadaan HIT. Menurut dia HTI Jatim belum mendengar akan ada perda pelarangan HTI.

“Kami minta dipanggil dulu untuk didengar keterangannya. Kami minta penjelasan, kira-kira di mana pelanggaran kami. Kalau masalah ideologi HTI, mana yang bertentangan dengan Pancasila,” ujar Rif'an seolah balik mempertanyakan. Menurut dia selama ini anggapan HIT anti-Pancasila lebih cenderung bernuansa politis. Mengapa koruptor tidak disebut anti-Pancasila.

Pada bagian lain Rif’an menjelaskan bahwa ideologi HTI menolak terhadap Pancasila itu hanyalah sebagai tawaran, karena HTI melihat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) banyak menghadapi persoalan. "Korupsi di mana-mana, penjualan aset, pemerkosaan, penyakit sosial dan lainnya. Kami justru sangat ingin Indonesia maju, ujar dia.(bert1)

pageads
Tag : nasional