Fahri Hamzah Setuju Tentara Jadi Anggota MPR

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mendukung usulan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo seharusnya anggota TNI diberikan hak berpolitik. Namun, politikus PKS itu menyarankan hak politik itu diberikan sebagai fungsi simbolis dan jangan sampai ada tentara yang duduk menjadi anggota DPR.

"Saya sendiri masih percaya dan punya opsi bahwa tentara di MPR masih dimungkinkan. Kalau DPR harus dibahas lagi. Karena kalau di DPR nanti partisan," kata Fahri, di gedung DPR, baru-baru ini.
Fahri menambahkan soal hak politik bagi TNI harus diawali dengan mengamandemen konstitusi. Menurut dia, ada dua opsi bagi TNI masuk ke dalam fungsi politik dan fungsi simbolik, tetapi idealnya TNI tidak masuk ke ranah politik praktis.


"Politik simbolis, bukan politik praktis. Enggak bisa orang pegang senjata terus politik praktis. Beda dengan kami (DPR) nanti. Kami hanya bisa ngomong, mereka senjatanya yang ngomong. Saya setuju kalau politik simbolis. Karena kita kadang lupa kalau TNI adalah tentara rakyat dan ini penting untuk diakomodasi," tutur kader PKS itu.

Belum Waktunya

Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan untuk sekarang ini belum waktunya TNI memiliki hak politik. Bila diberikan, maka besar kemungkinan muncul kegaduhan. "Kalau sekarang mungkin belum waktunya. Kenapa? Tanpa tentara aja sekarang sudah ricuh. Apalagi kalau ada ini," kata dia.

Namun, diakui TB Hasanuddin, jalan untuk anggota TNI memiliki hak politik terbuka jika itu memang kehendak rakyat Indonesia. "Kalau rakyat menghendaki merevisi UU (TNI) silakan. Caranya ya pemerintah dengan legislatif duduk bareng bahas itu. Dan anggota DPR akan tanya ke publik perlu apa tidaknya."
Yang perlu digarisbawahi, kata dia, ketika prajurit TNI berpolitik mereka mempunyai hak pribadi untuk memilih atau mencoblos partai. Namun, bila institusi TNI yang mendapat hak politik itu perlu amandemen UUD.

"Kalau prajurit berpolitik dia punya hak untuk memilih mencoblos ikut partai. Tapi kalau sekarang organisasinya mau ikut, ya harus amandemen UUD. Misalnya DPD ada utusan golongan dan utusan daerah. Utusan golongan itu guru buruh tani termasuk TNI," tandas mantan Sekretaris Militer TNI era Presiden Megawati Soekarnoputri itu.
TNI Merasa Didiskriminasi

Sebelumnya, Panglima TNI Gatot Nurmantyo berharap Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat memiliki hak politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum (Pemilu). Panglima merasa TNI kini mendapat diskriminasi seperti warga negara asing yang tak boleh ikut pesta demokrasi.

"Saat ini TNI seperti warga negara asing saja kan begitu. Tidak boleh memilih kemudian kalau ikut pilkada (pemilihan kepala daerah) harus mengundurkan diri, sedangkan PNS tidak," kata Gatot di Jakarta, Selasa (5/10).

Panglima memahami alasan TNI tidak memiliki hak politik karena TNI adalah organisasi yang dipersenjatai sehingga dikhawatirkan ada kampanye dengan melibatkan senjata.

"Jadi belum siap sekarang, mungkin 10 tahun yang akan datang siap tergantung kondisi politik. Ya tergantung kondisi politik saat itu karena yang menentukan TNI bisa ikut siapa? undang-undang kan, undang-undang siapa yang buat? DPR kan, TNI hanya ikutin saja itu," jenderal bintang empat itu.(rimanews)

pageads
Tag : Kabinet