![]() |
Budi Harta Winata di proyek |
Abadijaya via Buku Yusuf Mansur
Suatu hari di tahun 2003, Budi Harta Winata (37) hanya pegang uang Rp 400 ribu untuk keperluan rumah tangga. Tiba-tiba, “Mas, sudah lama kita tidak kurban. Ayo tahun ini potong kurban,’’ rengek istrinya, Siti Saodah. Tukang las keliling ini garuk-garuk kepala. Maklum, uang tinggal segitu-gitunya. Tapi demi cinta pada istri, pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, ini bersedia mengorbankan duit terakhir.
Suatu hari di tahun 2003, Budi Harta Winata (37) hanya pegang uang Rp 400 ribu untuk keperluan rumah tangga. Tiba-tiba, “Mas, sudah lama kita tidak kurban. Ayo tahun ini potong kurban,’’ rengek istrinya, Siti Saodah. Tukang las keliling ini garuk-garuk kepala. Maklum, uang tinggal segitu-gitunya. Tapi demi cinta pada istri, pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, ini bersedia mengorbankan duit terakhir.
“Aku cuma punya Rp 400 ribu ini, Dik. Kamu carilah tambahannya biar kita bisa motong kambing kurban,’’ Budi mengangsurkan uang pada sang istri.
Ditambah simpanan sang istri, akhirnya Keluarga Budi dapat berkurban seekor kambing terbak yang bisa mereka beli. Ini betul-betul pengorbanan, karena pembelian kambing menguras semua uang terakhir mereka.
Subhanallah, sepekan kemudian, Budi yang pernah terdampar jadi buruh illegal logging di Malaysia, mendapat order pekerjaan las senilai Rp 40 juta. Sebuah nilai pekerjaan yang paling fantastis buat ukuran usahanya saat itu. ‘’Ini pasti berkah pengorbanan,’’ yakin Budi yang pernah coba-coba jadi juru gambar teknik (drafter).
Ditambah simpanan sang istri, akhirnya Keluarga Budi dapat berkurban seekor kambing terbak yang bisa mereka beli. Ini betul-betul pengorbanan, karena pembelian kambing menguras semua uang terakhir mereka.
Subhanallah, sepekan kemudian, Budi yang pernah terdampar jadi buruh illegal logging di Malaysia, mendapat order pekerjaan las senilai Rp 40 juta. Sebuah nilai pekerjaan yang paling fantastis buat ukuran usahanya saat itu. ‘’Ini pasti berkah pengorbanan,’’ yakin Budi yang pernah coba-coba jadi juru gambar teknik (drafter).
![]() |
Qurban Bima |
Lain cerita Pak Budi, lain pula cerita Dusun Ndano Na’e, Kelurahan Ntobo, Kecamatan Raba, Kota Bima. Meski dusun tersebut terletak hanya 10 km dari kota Bima, namun akses menuju lokasi tersebut sangat sulit.
Untuk mencapai dusun yang terletak di atas bukit tersebut hanya bisa menggunakan sepeda motor karena beratnya medan. Sebanyak 83 kepala keluarga menghuni dusun tersebut. Sulitnya akses dan kehidupan yang miskin membuat mereka tidak pernah menerima Qurban dari pihak lain, apalagi berqurban sendiri. “Seperti daerah yang belum merdeka saja, Pak,” kata seorang warga dengan nada getir sewaktu mengantar Tim Quis Daqu ke dusun tersebut dengan sepeda motornya.
Kita membutuhkan banyak qurban, mengingat banyak korban bencana alam maupun kemanusiaan yang perlu disentuh hatinya dan disusutkan air matanya dengan daging qurban.
Tentu tak elok, bila qurban menumpuk di satu daerah, apalagi di perkotaan yang rata-rata penduduknya berkecukupan. Karena itu, QUIS Sejuta Manfaat menyasar qurban untuk komunitas yang terbina (Ponpes Tahfidz Qur’an, Rumah Tahfidz, dan Rumah Qur’an) dan warga dhuafa yang paling membutuhkan (penduduk daerah minus, kritis, korban bencana dan malgizi).
Semoga kita memilih berqurban dengan yang terbaik di semua aspeknya, sehingga ibadah kita adalah kesatuan amal yang terbaik selamanya. Seperti dikatakan tokoh dunia mendiang Abraham Lincoln, “I do the very best I know how, the very best I can; and I mean to keep on doing so until the end.”
Abu Hurairah r.a. mengisahkan, seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw lalu berkata, ‘’Wahai Rasulallah, sedekah manakah yang paling agung?’’ Jawab Nabi, ‘’Engkau bersedekah ketika engkau sehat lagi kikir dan sangat memerlukannya, engkau takut miskin dan sangat ingin menjadi kaya’’
(H.R.Muslim)
Untuk mencapai dusun yang terletak di atas bukit tersebut hanya bisa menggunakan sepeda motor karena beratnya medan. Sebanyak 83 kepala keluarga menghuni dusun tersebut. Sulitnya akses dan kehidupan yang miskin membuat mereka tidak pernah menerima Qurban dari pihak lain, apalagi berqurban sendiri. “Seperti daerah yang belum merdeka saja, Pak,” kata seorang warga dengan nada getir sewaktu mengantar Tim Quis Daqu ke dusun tersebut dengan sepeda motornya.
Kita membutuhkan banyak qurban, mengingat banyak korban bencana alam maupun kemanusiaan yang perlu disentuh hatinya dan disusutkan air matanya dengan daging qurban.
Tentu tak elok, bila qurban menumpuk di satu daerah, apalagi di perkotaan yang rata-rata penduduknya berkecukupan. Karena itu, QUIS Sejuta Manfaat menyasar qurban untuk komunitas yang terbina (Ponpes Tahfidz Qur’an, Rumah Tahfidz, dan Rumah Qur’an) dan warga dhuafa yang paling membutuhkan (penduduk daerah minus, kritis, korban bencana dan malgizi).
Semoga kita memilih berqurban dengan yang terbaik di semua aspeknya, sehingga ibadah kita adalah kesatuan amal yang terbaik selamanya. Seperti dikatakan tokoh dunia mendiang Abraham Lincoln, “I do the very best I know how, the very best I can; and I mean to keep on doing so until the end.”
Abu Hurairah r.a. mengisahkan, seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw lalu berkata, ‘’Wahai Rasulallah, sedekah manakah yang paling agung?’’ Jawab Nabi, ‘’Engkau bersedekah ketika engkau sehat lagi kikir dan sangat memerlukannya, engkau takut miskin dan sangat ingin menjadi kaya’’
(H.R.Muslim)
Tag :
Hikmah & Keluarga,
Yusuf Mansur