Abadijaya News : Sekelompok
orang yang mengatasnamakan "Pendukung Udar Pristono," mantan Kepala
Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang tengah ditahan, mendatangi kantor
Kejaksaan Agung, Jumat 19 September 2014.
Mereka datang untuk menjenguk tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan bus TransJakarta tahun anggaran 2012-2013 itu, yang ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Namun, belasan orang yang didominasi ibu-ibu itu tidak bisa masuk ke dalam rutan. Mereka hanya bisa berada di luar rutan.
"Kejagung juga harus memanggil Joko Widodo dalam kasus ini karena dia Gubernur DKI Jakarta sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sesuai UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara," kata tim pengacara Udar, Eggi Sudjana di kompleks Kejagung.
Menurut Eggi, dalam kasus ini kliennya hanyalah pengguna anggaran sebagaimana SK Gubernur No 2082 Tahun 2012. Sedangkan Jokowi, kata Eggi, adalah Gubernur sebagai penguasa anggaran. Sesuai SK itu maka tanggungjawab dan kewenangan Udar telah diambil oleh KPA.
"Maka klien kami tidak lagi memiliki kewenangan dalam segala urusan pengadaan barang dan jasa. Sebab sudah dilaksanan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)," tuturnya.
Dengan begitu, kata Eggi, posisi Udar seharusnya hanya sebagai saksi, bukan tersangka. Sebab Udar sebagai kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI tugasnya hanya bersifat koordinatif. "Tidak tepat dijadikan tersangka," kata dia.
Pendukung Udar juga mendesak Kejagung untuk memeriksa Jokowi dan dikonfrontasi dengan keterangan Udar. "Udar itu bawahan Jokowi, kenapa tidak diperiksa. Kami mendesak jaksa untuk konfrontir antara Jokowi dengan Udar," kata Eggi.
Selain itu, kata Eggi, penyidik kejaksaan juga perlu meminta keterangan Badan Pemeriksa Keuangan tentang Laporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (LPDTT) atas pendapatan dan belanja pada Dishub DKI Jakarta. Sebab, menurutnya, audit BPK tidak ditemukan adanya kerugian negara dalam proyek Rp1,5 trilun itu.
Penjelasan Jokowi
Mereka datang untuk menjenguk tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan bus TransJakarta tahun anggaran 2012-2013 itu, yang ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Namun, belasan orang yang didominasi ibu-ibu itu tidak bisa masuk ke dalam rutan. Mereka hanya bisa berada di luar rutan.
"Kejagung juga harus memanggil Joko Widodo dalam kasus ini karena dia Gubernur DKI Jakarta sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sesuai UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara," kata tim pengacara Udar, Eggi Sudjana di kompleks Kejagung.
Menurut Eggi, dalam kasus ini kliennya hanyalah pengguna anggaran sebagaimana SK Gubernur No 2082 Tahun 2012. Sedangkan Jokowi, kata Eggi, adalah Gubernur sebagai penguasa anggaran. Sesuai SK itu maka tanggungjawab dan kewenangan Udar telah diambil oleh KPA.
"Maka klien kami tidak lagi memiliki kewenangan dalam segala urusan pengadaan barang dan jasa. Sebab sudah dilaksanan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)," tuturnya.
Dengan begitu, kata Eggi, posisi Udar seharusnya hanya sebagai saksi, bukan tersangka. Sebab Udar sebagai kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI tugasnya hanya bersifat koordinatif. "Tidak tepat dijadikan tersangka," kata dia.
Pendukung Udar juga mendesak Kejagung untuk memeriksa Jokowi dan dikonfrontasi dengan keterangan Udar. "Udar itu bawahan Jokowi, kenapa tidak diperiksa. Kami mendesak jaksa untuk konfrontir antara Jokowi dengan Udar," kata Eggi.
Selain itu, kata Eggi, penyidik kejaksaan juga perlu meminta keterangan Badan Pemeriksa Keuangan tentang Laporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (LPDTT) atas pendapatan dan belanja pada Dishub DKI Jakarta. Sebab, menurutnya, audit BPK tidak ditemukan adanya kerugian negara dalam proyek Rp1,5 trilun itu.
Penjelasan Jokowi
Gubernur Jokowi sendiri
enggan mengomentari secara rinci soal penahanan bekas anak buahnya itu.
Kata Jokowi, penahanan Udar merupakan ranah hukum. Sehingga, dia
mengaku tidak punya wewenang mencampuri hal itu.
Jokowi kembali menjelaskan perihal kasus yang menjerat anak buahnya itu. Kata Jokowi, masa-masa awal menjabat Gubernur, Jakarta sangat kekurangan banyak bus TransJakarta.
Kemudian pada tahun 2013, kata Jokowi, Pemprov memutuskan pengadaan bus armada TransJakarta secara besar-besaran guna memenuhi kebutuhan seluruh koridor.
Namun, karena di lingkungan Pemprov DKI sudah ada mekanisme pengadaan barang dan jasa, maka Jokowi mempercayakan kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk membeli bus-bus itu.
"Karena saya nggak bisa menunjuk, saya suruh ke dinas. Kalau bisa menunjuk, tentu saya beli yang bagus, Volvo, Mercedes. Tapi kebijakannya kan harus ada pengguna anggaran. Ini umpamanya, saya perintahkan kamu beli sabun wangi, terus kamu malah beli sabun colek," Jokowi menjelaskan. (viva)
Jokowi kembali menjelaskan perihal kasus yang menjerat anak buahnya itu. Kata Jokowi, masa-masa awal menjabat Gubernur, Jakarta sangat kekurangan banyak bus TransJakarta.
Kemudian pada tahun 2013, kata Jokowi, Pemprov memutuskan pengadaan bus armada TransJakarta secara besar-besaran guna memenuhi kebutuhan seluruh koridor.
Namun, karena di lingkungan Pemprov DKI sudah ada mekanisme pengadaan barang dan jasa, maka Jokowi mempercayakan kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk membeli bus-bus itu.
"Karena saya nggak bisa menunjuk, saya suruh ke dinas. Kalau bisa menunjuk, tentu saya beli yang bagus, Volvo, Mercedes. Tapi kebijakannya kan harus ada pengguna anggaran. Ini umpamanya, saya perintahkan kamu beli sabun wangi, terus kamu malah beli sabun colek," Jokowi menjelaskan. (viva)
Tag :
nasional