Prasetyo mengatakan Indonesia saat ini sudah dicap sebagai negara produsen narkoba. Karena itu sudah saatnya hukuman mati bagi para pembuat dan pengedar diterapkan.
"Kalau aspek hukum sudah selesai, langsung eksekusi, tidak tunggu lama-lama karena setiap terpidana mati memiliki hak PK (peninjuan kembali)," kata Prasetyo di Istana Bogor, Jumat (28/11).
Saat vonis mati dijatuhkan, terpidana masih berkesempatan mengajukan grasi atau pengampunan pada presiden. Namun kata Prsetyo, untuk kasus narkoba, kemungkinan presiden akan menolak grasi yang diajukan.
"Grasi ditolak mungkin, kita tidak tahu, tapi yang jelas tidak akan kompromi," ujarnya. Prasetyo memang belum bisa memastikan semua grasi kasus narkoba akan ditolak, namun presiden menurutnya akan menindak tegas.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 tahun 2009 tentang Narkotika, mereka yang bisa dijerat dengan hukuman mati adalah produsen atau pengedar dengan barang bukti lebih dari 5 gram.
Saat ini Kejaksaan Agung tengah menyiapkan eksekusi mati bagi lima bandar narkoba. Masing-masing ada di Banten dua kasus, DKI Jakarta satu kasus dan Riau dua kasus.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Basuni Masyarif belum bisa memastikan kapan waktu eksekusi lima terpidana itu. Kelimanya merupakan lima dari 10 terpidana mati yang seharusnya dieksekusi pada tahun 2013 lalu.
Saat ini tercatat ada 68 orang terpidana narkoba yang sudah divonis mati. Namun eksekusi belum bisa dilakukan karena proses hukum belum seluruhnya ditempuh.
Aspek yuridis yang harus dilalui menurut Prasetyo dari mulai upaya hukum biasa seperti banding dan kasasi sampai upaya hukum luar biasa yakni grasi dan peninjauan kembali (PK). "Itu semua perlu waktu," kata Prasetyo.(cnn)
Tag :
Kabinet