Keputusan itu tentu saja mengagetkan banyak pihak. Pasalnya, Jokowi, sapaan akrab Presiden adalah mantan Wali Kota Solo dan Rudi sebagai wakilnya. Bahkan, Rudi juga politikus PDIP. Atas penolakan itu, Rudi menegaskan siap menerima konsekuensi apapun atas sikapnya tersebut.
Namun dia menegaskan sejauh ini
partainya, PDIP, tidak mengeluarkan larangan resmi bagi kader-kadernyaa
untuk berpendapat berbeda dengan Pemerintah. Pernyataan keras yang
disampaikan oleh Tb Hasanuddin maupun Eva Sundari yang melarang kader
berpendapat berbeda dengan Pemerintah, dianggapnya hanya sebagai
pendapat pribadi.
"Pak Hasanuddin dan Mbak Eva itu siapa? Hanya kader biasa kok. Kalau mengaku jubir, sejak kapan diangkatnya?" tanya Rudi lagi.
Kalaupun nanti ada aturan resmi tertulis dari DPP PDIP yang melarang
kader berbeda dengan keputusan Pemerintah, Rudi siap menanggung
resikonya.
Beda pendapat untuk kebaikan bersama itu
baginya hal yang wajar saja. Parpol menurutnya alat perjuangan untuk
memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Bukan untuk golongannya sendiri.
"Lagipula saya hanya berpegang pada janji
kampanye Pak Jokowi yang mestinya dijalankan setelah menjabat," tegas
pria berkumis tebal ini.
Asal tahu, Jokowi dan FX Hadi Rudyatmo bersahabat akrab setidaknya
hampir 10 tahun terakhir. Keduanya berpasangan saling mengisi dan
bahu-membahu mengelola Kota Solo sejak 2005 hingga 2012 sebagai kepala
daerah dan wakilnya.
Keduanya selalu saling mendukung. Namun
kali ini ketika Presiden Jokowi memutuskan hendak menarik subsidi BBM,
Rudi yang kini menjadi Wali Kota Surakarta dengan tegas menolak. Bahkan
dia siap menerima sanksi.
Menjelang pencapresan, Rudi juga dengan lantang menolak PDIP mencapreskan Puan Maharani. Menurut Rudi Puan belum mampu mengemban tugas itu. Jika dipaksakan Rudi mengancam akan keluar dai PDIP. Akhirnya Megawati memilih Jokowi untuk menjadi capres.(jpnn)
Tag :
Daerah