"Gagalnya RUU Kamnas tempo hari, itu
karena kuatnya tarik-menarik TNI-Polri. Kalau Presiden Jokowi berpihak
ke Polri dan diberi porsi yang lebih besar untuk urus keamanan, maka RUU
itu juga bakal gagal dan persaingan TNI-Polri akan semakin tajam," kata
Mahfudz Siddiq yang juga politikus
PKS, di Jakarta, Rabu (10/12.
Menurut Mahfudz, pembahasan RUU Kamnas
harus melibatkan banyak sektor terkait, misalnya sektor kesehatan dan
informasi teknologi. "Keamanan dewasa ini kan K (besar) bukan k (kecil)
sebab keamanan memiliki multi-ancaman," ujarnya.
Pada level tertentu menurut politisi PKS
itu, yang paling siap take off dan terkendali itu TNI.
"Misalnya sektor
keamanan diserang melalui virus penyakit, yang paling siap tentara, itu
yang terjadi di AS. Makanya, kalau itu yang akan diadopsi, tentara yang
harus dibenahi," ujarnya.
Dikatakannya, capaian reformasi di
internal TNI telah tuntas sehingga tentara berada di bawah supremasi
sipil. "Sementara Polri belum tuntas, makanya atribut TNI saat ini
dipakai Polri," ungkapnya.
Kalau Polri mau menuntaskan reformasi, menurut Mahfudz, Polri harus berada di bawah kementerian.
"Tentara dulu juga menolak di bawah
supremasi sipil, tapi akhirnya juga mau di bawah Kemhan. Saya berharap,
inisiatif penuntasan reformasi itu sebaiknya datang dari pemerintah
dalam hal ini Kemhan. DPR dukung itu," tegasnya.
Polri di bawah supremasi sipil itu
lanjut dia, sebuah keniscayaan sebagai amanat reformasi. "Kalau itu
tidak dilakukan, konflik TNI-Polri akan semakin tajam," imbuhnya.
Terkahir dikatakannya, ketika TNI tidak di bawah supremasi sipil, siapa yang bisa menghalang-halangi bisnis TNI. "Tapi sekarang kan bisa dihentikan," ujar Mahfudz.(jpnn)
Tag :
Hukum