Tak banyak yang tahu darimana asal muasal sebutan Habib. Orang awam hanya paham, Habib identik dengan ustadz keturunan Arab dengan stereotip berjanggut tebal dan bersorban. Publik hanya mengetahui bahwa Habib adalah pendakwah yang harus dihormati.
Jika ditelisik dalam perspektif antropologis, munculnya Habib merupakan fenomena ‘penghormatan’ terhadap keturunan Nabi Muhammad SAW. Sebutan Habib itu dinisbatkan secara khusus terhadap keturunan Nabi Muhammad melalui Fatimah az-Zahra (berputra Husain dan Hasan) dan Ali bin Abi Thalib, atau keturunan dari orang yang bertalian keluarga dengan Nabi Muhammad (sepupu Nabi Muhammad).
Dari trah itulah muncul gelar khusus, yaitu Habib (yang tercinta), Sayid (tuan), Syarif (yang mulia), dan sebagainya. Gelar Habib terutama ditujukan kepada mereka yang memiliki pengetahuan agama Islam yang mumpuni dari golongan keluarga tersebut. Gelar Habib juga berarti panggilan kesayangan dari cucu kepada kakeknya dari golongan keluarga tersebut. (Sumber: Wikipedia)
Berdasarkan catatan Ar-Rabithah, organisasi yang melakukan pencatatan silsilah para habib, ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang menyandang gelar ini. Mereka yang juga disebut muhibbin itu terdiri dari 114 marga. Menurut Ar-Rabithah, hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar Habib.
Di kalangan Arab-Indonesia, menurut catatan Ar-Rabithah, ada sekitar 1,2 juta orang yang ‘berhak’ menyandang sebutan Habib. Mereka memiliki moyang yang berasal dari Yaman, khususnya Hadramaut.
Dari merekalah tersusun silsilah yang menjuntai hingga belasan abad, dari Hadramaut (Yaman) hingga ke Tanah Abang (Jakarta). Yaitu sebuah silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis keturunan Fathimah ra, yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib ra. “Sebutan yang paling populer untuk ‘menghormati’ para keturunan Nabi Muhammad dari jalur Fathimah ra ini adalah Habib atau Habaib (jamak),” demikian tertulis di situs Arrahmah.com.
Dalam perkembangannya, khususnya di kalangan masyarakat muslim Indonesia, gelar ini tidak hanya disandang oleh para da’i dari Yaman saja. Karena warga telah memuliakan para pendakwah sebagai pemimpin tanpa melihat asal-usul keturunan, dengan alasan seorang menjadi alim tidak diakibatkan oleh asal keturunannya.
Selain itu, terjadi pula pelanggaran terhadap aturan, dengan menarik garis keturunan secara matrilineal (keturunan dari perempuan juga diberi hak menyandang “Habib”). Walaupun akhirnya pernyataan tersebut dianggap sebuah fitnah dari kaum orientalis untuk menghilangkan rasa hormat masyarakat Indonesia terhadap kaum kerabat Nabi Muhammad.
Sumber :
http://www.indonesiamedia.com
Tag :
Info