Belakangan ini mulai muncul sorotan publik terhadap program tax amnesty yang sedang digeber pemerintah.
Berawal dari kisah seorang pensiunan di Bekasi yang merasa "dikerjai" petugas pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bekasi, muncul tagar #StopBayarPajak di Twitter. Hal tersebut merupakan bentuk keresahan dan kekecewaan masyarakat terhadap program pengampunan pajak tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menuturkan, pihaknya telah mengonfirmasi keberadaan pensiunan tersebut ke KPP yang dimaksud. Namun, hasilnya nihil. Dia pun mengaku menyikapi dengan santai kisah yang beredar luas di media sosial tersebut.
"Saya tanya KPP (Bekasi) itu tidak ada. Makanya saya tanya KPP yang mana. Kalau cerita ya gitu. Saya baca sambil tenang saja. media sosial itu biasa," urainya saat ditemui di Gedung DPR, kemarin (29/8).
Ken mengatakan, keresahan di kalangan masyarakat muncul bukan karena tidak paham dengan tax amnesty. Hal tersebut disebabkan, DJP kian disegani masyarakat, sehingga muncul kekhawatiran.
"Bukan karena mereka nggak paham, tapi karena animo masyarakat tinggi dan ternyata DJP disegani. Banyak yang takut juga. Disegani lah. Masyarakat sadar berbangsa dan bernegara dan ingin bergotong royong,"katanya.
Ken melanjutkan, untuk mengatasi keresahan masyarakat, pihaknya telah mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Nomor 11 yang akan menjawab teknis pelaksanaan tax amnesty secara lebih rinci, seperti pensiunan, harta, rumah, dan lainnya.
"Tax amnesty kan hak. Dia (masyarakat) tidak mau menggunakan haknya ya tidak apa. Kalau mau pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) silakan dan tidak akan dilakukan pemeriksaan," paparnya.
Perdirjen tersebut ditujukan untuk mengatasi keluhan masyarakat. Contohnya, seorang pensiunan dengan satu sumber pendapatan, masyarakat yang mengantongi gaji di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) apakah perlu mengikuti tax amnesty.
"Kalau yang di bawah PTKP, dan cuma didapat dari penghasilan pensiun ya tidak perlu ikut tax amnesty. Hanya pembetulan SPT saja. Kalau sudah betulin SPT, ya sudah. Jika merasa kurang, ya bayar," jelasnya.
Terkait pembayaran uang tebusan, Ken menegaskan bahwa pembayarannya tidak dapat dicicil karena alasan apapun. Uang tebusan merupakan syarat WP mendapatkan fasilitas pengampunan pajak. "Menurut Undang-undang (UU) Tax Amnesty, uang tebusan tidak bisa dicicil," tegasnya.
Ken menuturkan, uang tebusan bukanlah utang pajak yang dibolehkan dibayar dengan cara mencicil. Jika tidak mampu membayar uang tebusan, Ken mengaku, WP tidak perlu ikut tax amnesty, tapi cukup dengan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh).
"Syarat untuk dapatkan tax amnesty adalah mengajukan Surat Pernyataan Harta lengkap dengan membayar lunas uang tebusan melalui Bank Persepsi. Kalau tidak bisa bayar uang tebusan, ya ikut pembetulan SPT saja. Tidak perlu ikut tax amnesty," imbuhnya. (jpnn)
Berawal dari kisah seorang pensiunan di Bekasi yang merasa "dikerjai" petugas pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bekasi, muncul tagar #StopBayarPajak di Twitter. Hal tersebut merupakan bentuk keresahan dan kekecewaan masyarakat terhadap program pengampunan pajak tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menuturkan, pihaknya telah mengonfirmasi keberadaan pensiunan tersebut ke KPP yang dimaksud. Namun, hasilnya nihil. Dia pun mengaku menyikapi dengan santai kisah yang beredar luas di media sosial tersebut.
"Saya tanya KPP (Bekasi) itu tidak ada. Makanya saya tanya KPP yang mana. Kalau cerita ya gitu. Saya baca sambil tenang saja. media sosial itu biasa," urainya saat ditemui di Gedung DPR, kemarin (29/8).
Ken mengatakan, keresahan di kalangan masyarakat muncul bukan karena tidak paham dengan tax amnesty. Hal tersebut disebabkan, DJP kian disegani masyarakat, sehingga muncul kekhawatiran.
"Bukan karena mereka nggak paham, tapi karena animo masyarakat tinggi dan ternyata DJP disegani. Banyak yang takut juga. Disegani lah. Masyarakat sadar berbangsa dan bernegara dan ingin bergotong royong,"katanya.
Ken melanjutkan, untuk mengatasi keresahan masyarakat, pihaknya telah mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Nomor 11 yang akan menjawab teknis pelaksanaan tax amnesty secara lebih rinci, seperti pensiunan, harta, rumah, dan lainnya.
"Tax amnesty kan hak. Dia (masyarakat) tidak mau menggunakan haknya ya tidak apa. Kalau mau pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) silakan dan tidak akan dilakukan pemeriksaan," paparnya.
Perdirjen tersebut ditujukan untuk mengatasi keluhan masyarakat. Contohnya, seorang pensiunan dengan satu sumber pendapatan, masyarakat yang mengantongi gaji di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) apakah perlu mengikuti tax amnesty.
"Kalau yang di bawah PTKP, dan cuma didapat dari penghasilan pensiun ya tidak perlu ikut tax amnesty. Hanya pembetulan SPT saja. Kalau sudah betulin SPT, ya sudah. Jika merasa kurang, ya bayar," jelasnya.
Terkait pembayaran uang tebusan, Ken menegaskan bahwa pembayarannya tidak dapat dicicil karena alasan apapun. Uang tebusan merupakan syarat WP mendapatkan fasilitas pengampunan pajak. "Menurut Undang-undang (UU) Tax Amnesty, uang tebusan tidak bisa dicicil," tegasnya.
Ken menuturkan, uang tebusan bukanlah utang pajak yang dibolehkan dibayar dengan cara mencicil. Jika tidak mampu membayar uang tebusan, Ken mengaku, WP tidak perlu ikut tax amnesty, tapi cukup dengan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh).
"Syarat untuk dapatkan tax amnesty adalah mengajukan Surat Pernyataan Harta lengkap dengan membayar lunas uang tebusan melalui Bank Persepsi. Kalau tidak bisa bayar uang tebusan, ya ikut pembetulan SPT saja. Tidak perlu ikut tax amnesty," imbuhnya. (jpnn)
Tag :
nasional